Tokoh utama dalam penegakan hukum dan keadilan yaitu Hakim. Sosok Hakim mendapat sebutan "Wakil Tuhan" artinya Hakim memiliki tanggung jawab besar untuk menjunjung tinggi keadilan dan menjaga marwah peradilan. Kunci utama dalam menciptakan sistem peradilan yang bersih dan dipercaya oleh masyarakat dengan adanya hakim yang berintegritas. Dalam menjalankan tugasnya, perilaku hakim diatur oleh kode etik profesi hakim. Kode etik profesi hakim adalah suatu pedoman yang mengatur perilaku dan tindakan yang harus dijalankan oleh seorang hakim sebagai penegak hukum. Hal ini bertujuan untuk menjamin mutu profesi hakim di dalam masyarakat dan sebagai upaya untuk menciptakan hakim yang memiliki integritas kepribadian dan disiplin tinggi dalam melaksanakan tugas penegakan hukum dalam rangka mewujudkan keadilan dan kebenaran. [1]
Faktanya, masih bermunculan kasus Hakim yang melanggar Kode Etik Profesi Hakim dengan menerima suap, contohnya yaitu Hakim Pengadilan Negeri (PN) di wilayah Jawa Timur berinisial HGU yang mengakui telah menerima suap guna memenangkan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung (MA) atas salah satu perkara pada saat menjabat sebagai Hakim Anggota di Pengadilan Negeri Tarakan. Pada sidangg Majelis Kehormatan Hakim (MKH), Hakim HGU tersebut dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat karena terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).[2]
Dalam kasus Hakim HGU yang menerima suap, tentunya telah mencederai marwah pengadilan dan sebagai bentuk pengkhianatan terhadap sumpah profesi hakim. Hakim yang seharusnya menjadi pilar penyangga kepercayaan, tetapi realita yang ada membuat terkikisnya kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Tindakan itu menciptakan stigma buruk di masyarakat karena artinya "keadilan" terkesan dapat "diperjualbelikan" oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Hakim yang melanggar KEPPH harus diberikan sanksi yang tepat dikarenakan telah menjual keadilan dengan recehan. Seorang Hakim harus memiliki prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut : (1) Berperilaku Adil, (2) Berperilaku Jujur, (3) Berperilaku Arif dan Bijaksana, (4) Bersikap Mandiri, (5) Berintegritas Tinggi, (6) Bertanggung Jawab, (7) Menjunjung Tinggi Harga Diri, (8) Berdisplin Tinggi, (9) Berperilaku Rendah Hati, (10) Bersikap Profesional. Berdasarkan prinsip-prinsip dasar KEPPH tersebut, berperilaku adil menjadi hal yang sangat penting untuk dijunjung oleh Hakim.
Berperilaku adil artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Dengan demikian, tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah memberikan perlakuan dan memberi kesempatan yang sama (equality and fairness) terhadap setiap orang. Oleh karenanya, seseorang yang melaksanakan tugas atau profesi di bidang peradilan yang memikul tanggung jawab menegakkan hukum yang adil dan benar harus selalu berlaku adil dengan tidak membeda-bedakan orang.[3]
Selain itu, Hakim harus memiliki integritas sebagai landasan utama dalam menjalankan tanggung jawabnya. Adanya integritas pada seorang Hakim agar tidak terpengaruh dengan pihak lainnya yang dapat memengaruhi objektivitas suatu putusan. Oleh karena itu, Hakim harus menjunjung tinggi kode etik profesi, baik itu di dalam maupun luar pengadilan sehingga dapat mencapai tujuan hukum untuk menjaga keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Prinsip-prinsip dasar dalam kode etik profesi itu yang menjadi kunci utama guna menjaga marwah peradilan dan mewujudkan peradilan yang bersih dan berkeadilan.