Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Jogja sebagai Miniatur Indonesia dan sebagai Kota Ragam Bahasa

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Dari sabang sampai merauke berjajar pulau-pulau. Sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia”. Masih ingatkah dengan lagu itu? Ya, kita semau telah mengetahua bahwa indonesia merupakan negara maritim dengan jumlah pulau lebih dari 17.000 yang juga memiliki banyak suku dan ras sehingga menghasilkan berbagai macam kebudayaan dari berbagai daerah di seluruh indonesia.

Untuk mempelajari kebudayaan yang ada disetiap daerah di Indonesia sering kali kita menggunakan media informasi berupa audio visual seperti televisi dan internet. Atau mungkin dari buku-buku bacaan yang menceritakan keunikan pada masing-masing suku maupun daerah. Hal ini memang sangat efisien dan efektif, sehingga tidak menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk datang langsung ke daerah-daerah tersebut.

Namun rasanya kurang afdol apabila pengetahuan itu tidak diperoleh secara langsung dengan berbincang dengan penduduk asli yang ada di daerah-daerah di indonesia. Sebenarnya ada alternatif baru untuk bercakap secara langsung dengan orang-rang yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Cukup dengan datang ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta adalah miniaturnya Indonesia. Dan dari sinilah akan dapat bertemu dengan orang-orang yang memiliki budaya dan bahasa yang berbeda. Contohnya saja, dalam satu universitas sudah banyak mahasiswa yang berbeda daerah asalnya dalam satu kelas. Dari orang jawa sebagai penduduk asli Jogja dan sekitarnya, orang madura, orang sunda, orang betawi, bahkna suku-suku di luar jawa seperti batak, bali, bugis, melayu dan lain sebagainya dapat dipastikan ada semua di Yogyakarta.

Oleh karena itu, bagi yang ingin mengenal budaya orang lain akan terasa mudah ketika melakukan interaksi dengan orang-orang yang berbeda budaya. Hal ini secara langsung juga akan menumbuhkan rasa toleransi yang tinggi dan saling memahami antar suku karena memiliki kebudayaan, kebiasaan dan cara bicara yang berbeda-beda. Contohnya saja orang batak yang terbiasa berbicara dengan tegas dan suara yang keras berbeda dengan orang jawa yang dalam kesehariannya terbiasa berbicara dengan lemah lembut tanpa dengan volume yang keras. Orang jawa yang pada saat itu berinteraksi dengan orang batak akan merasa tersinggung apabila tidak terbiasa. Hal ini dikiranya orang batak sedang memarahinya. Padahal apabila ada pemahaman diantara keduanya pasti interaksi itu jauh lebih menyenangkan.

Mengapa sih Jogja disebut sebagai miniatur Indonesia? Bukan menjadi suatu hal yang rahasia lagi bagi seluruh masyarakat Indonesia bahwa Yogyakarta merupakan kota pelajar. Selain itu Yogyakarta juga sebagai kota budaya dan kota seni yang akan terus melestarikan warisan nenek moyang dan terus melahirkan karya-karya baru yang layak untuk dipertontonkan sampai manca negara. Dari kedua julukan itulah, Yogyakarta menjadi pusat kegiatan pembelajaran dari seluruh generasi di Indonesia, sebagai pusat untuk tholabul ‘ilmi (menuntut ilmu). Selain sebagai pusat pendidikan, Yogyakarta juga sebagai tempat tujuan wisata, sehingga baik wisatawan domestik sampai mancanegara menjadikan Yogyakarta sebagai tempat yang menawarkan keindahan dan kekayaan indonesia yang dapat dinikmati secara keseluruhan.

Dengan sebutan itu, maka dapat dimanfaatkan bagi para pelajar maupun umum untuk mempelajari kebudayaan dan bahasa kawannya yang berasal dari daerah yang berbeda. Misalnya saja ketika salah satu kawan ialah orang sunda, selain berbagi cerita dan pengalaman dapat pula belajar bahasa sunda secara langsung dari orang sunda itu sendiri. Selain itu dapat pula mengenalkan suatu yang khas dari sunda seperti dalam kuliner dapat di kenalkan apa itu peuyeum, bagaimana proses pembuatannya. Lalu pada tarian, yang mempunyai ciri khas gerakan dominan di pinggul. Kemudian pada alat musik yang mungkin saja masyarakat lebih mengenal angklung. Padahal ada alat musik lainnya yang disebut karinding.

Kemudian dari sini pula dapat mengenalkan budaya jawa kepada kawan-kawan yang berasal dari luar jawa. Dari segi bahasanya sendiri memiliki tingkatan dari ngoko, ngoko alus, krama, krama inggil dan lain sebagainya. Lalu dari kebiasaan santun senyum dan sapa dari masyarakat jawa itu sendiri, dan masih banyak lagi.

Selain pada masyarakat Indonesia itu sendiri, kita juga dapat bertukar budaya dan bahsa dengan wisatawan mancanegara. Hal ini secara tidak langsung dapat meningkatkan mental kita ketika berinteraksi dengan orang banyak. Selain itu dapat melatih diri dengan seringnya berbincang dengan wisatawan mancanegara maka akan bertambah pula kosakata utamanya bahasa inggris sebagai bahasa internasional. Dengan kemampuan bbahasa yang semakin mahir, maka akan tumbuh rasa kedekatan sehingga dari sanalah akan terjalin kesamaan yang mungkin saja akan dapat berbagi ilmu.

Yogyakarta yang basicnya berbahasa jawa, namun didalamnya memiliki ragam bahasa baik dari bahasa daerah, bahasa indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa inggris sebagai bahasa internasional, bahkan bahasa gaul yang menjadi bahasa trend dan hanya bisa dipahami oleh anak-anak muda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline