Keluarga yang tinggal di pedesaan seringkali menghadapi tantangan tersendiri dalam kehidupan sehari-hari. Mereka bergantung pada sumber daya alam dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dalam konteks ini, pengelolaan sumber daya manusia (SDM) mengacu pada cara anggota keluarga di pedesaan memanfaatkan potensi dan keterampilannya untuk mencapai kesejahteraan keluarga. Kesejahteraan keluarga merupakan hasil pengelolaan sumber daya manusia yang baik, dengan memperhatikan aspek finansial, sosial, dan lingkungan.
Menurut Hersey dan Blanchard, manajemen adalah proses bekerja sama antara individu dan kelompok beserta sumber daya lainnya, dalam mencapai tujuan organisasi. Proses ini dimaknai sebagai fungsi dan aktivitas yang dilaksanakan oleh pemimpin dan para anggotanya dalam bekerja sama agar tujuan organisasi dapat tercapai. Menurut Wikipedia Sumber daya adalah suatu nilai potensi yang dimiliki oleh suatu materi atau unsur tertentu dalam kehidupan. Sumber daya tidak selalu bersifat berwujud (tangible), tetapi juga terwujud (intangible). Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor seperti keadaan ekonomi, aspek psikologis, konteks sosial dan budaya, pendidikan dan lingkungan semuanya mempengaruhi cara individu dan keluarga mengelola sumber dayanya.
Siklus hidup keluarga menurut Duvall (1971) meliputi delapan tahap yang kemudian dilaksanakan klasifikasi penelitian ini menjadi empat yaitu keluarga lajang, keluarga baru, keluarga dengan anak, dan keluarga yang lebih tua. Jadi, berdasarkan fase-fase tersebut, kita mengetahui setiap fase dalam siklus. Dalam kehidupan berkeluarga, terjadi perubahan jumlah anggota keluarga yang mempengaruhi perkembangan pendapatan, berbelanja barang, menabung dan perasaan subjektif terhadap keadaan keuangan keluarga.
Perubahan struktur atau komposisi keluarga mempengaruhi kebutuhan ruang menjadi satu kesatuan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa setiap tahapan siklus hidup sebuah keluarga erat kaitannya dengan kebutuhan ruang untuk tempat tinggal. Tahapan utama masa pertama kehidupan berkeluarga adalah masa perkawinan dan reproduksi. Kemudian, tahap melahirkan anak serta tahap selanjutnya yaitu perkembangan daur hidup keluarga, yang mana langkah ini bisa dikatakan paling sulit dan melibatkan banyak risiko di masa depan. Karena, anak-anak dalam keluarga mengalami proses tumbuh dan berkembang yang terjadi melalui pembelajaran melalui keluarga. Artinya, orang tua sebagai pendidik pertama dan lembaga pendidikan sosial lainnya juga dapat mengajarkan anak tentang norma dan nilai-nilai masyarakat. Siklus hidup keluarga mencakup proses dan tahapan yang biasanya dilalui keluarga sepanjang hidup mereka. Secara sosiologis, siklus hidup keluarga merupakan suatu cara untuk melihat kemajuan yang telah dicapai keluarga dan dapat digunakan untuk mengkaji perubahan-perubahan yang dibawa masyarakat modern terhadap keluarga selama kurun waktu tertentu. Gagasan tentang siklus hidup keluarga ini juga memperhitungkan berbagai tahapan reproduksi keluarga, terutama dimulai dari perkawinan dan diakhiri dengan rumah kosong.
Dalam siklus hidup keluarga, kehidupan keluarga dapat dibagi menjadi beberapa tahapan berbeda. Menurut Paul Glick pada tahun 1955, ia menguraikan tujuh tahap siklus hidup keluarga, yang kemudian dapat dibagi menjadi tiga tahap utama siklus hidup keluarga, yaitu tahap awal, tahap perkembangan, dan permulaan. Tahapan utama masa pertama kehidupan berkeluarga adalah masa perkawinan dan reproduksi. Pada tahap 1 yaitu tahap perkawinan, tipe keluarga adalah keluarga yang menikah tanpa mempunyai anak dengan ciri-ciri yang sama di antara mereka atau bisa juga disebut dengan homogami. Tahapan daur hidup keluarga selanjutnya adalah tahap perkembangan daur hidup keluarga. Hal ini terjadi melalui pembelajaran melalui keluarga, yaitu orang tua sebagai pendidik pertama atau lembaga pendidikan sosial lainnya juga dapat mengajarkan norma dan nilai-nilai masyarakat kepada anak.
Pengertian keluarga sejahtera dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 adalah keluarga yang tercipta melalui perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan materil secukupnya, bertaqwa kepada Yang Maha Kuasa, serta hubungan yang serasi dan seimbang antara anggota keluarga, masyarakat, dan lingkungan hidup. Kesejahteraan keluarga berarti terciptanya keadaan yang harmonis bagi anggota keluarga dan terpenuhinya kebutuhan jasmani dan sosial tanpa adanya hambatan yang besar dalam lingkungan keluarga, serta mudah bagi anggota keluarga untuk mengatasinya secara bersama-sama dalam permasalahan keluarga (Soetjipto 1992).
Tujuan membangun keluarga sejahtera adalah untuk mengembangkan kualitas keluarga, sehingga rasa aman, tenteram dan harapan masa depan yang lebih baik dapat tumbuh dalam terwujudnya kesejahteraan jasmani dan kebahagiaan batin. Kesejahteraan keluarga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun lingkungan. Persepsi pemerintah terhadap kesejahteraan keluarga di Indonesia saat ini dapat dibedakan menjadi dua tipe (Suyoto, 2004): Pertama, tipe keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar hidup berupa sandang.
Keluarga pra kaya identik dengan keluarga yang memiliki banyak anak, tidak mengenyam pendidikan yang layak, tidak mempunyai pendapatan yang stabil, tidak peduli terhadap masalah kesehatan lingkungan, mudah terserang penyakit, mempunyai permasalahan perumahan, dan masih memerlukan bantuan sandang dan papan. Keluarga kaya setara dengan keluarga dengan dua atau tiga orang anak, yang dapat mengenyam pendidikan yang layak, mempunyai penghasilan tetap, memperhatikan kesehatan lingkungan, tidak mudah terserang penyakit, mempunyai tempat tinggal dan tidak membutuhkan bantuan pangan dan Pakaian.
Institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, damai, dan sejahtera merupakan keluarga. Keluarga juga dapat diartikan sebagai suatu ikatan hidup yang didasarkan karena terjadinya perkawinan. Keluarga yang tinggal di pedesaan menghadapi tantangan dalam mengelola sumber daya manusia (SDM) dan mencapai kesejahteraan keluarga. Pengelolaan SDM dalam keluarga pedesaan melibatkan faktor-faktor seperti pendidikan, lapangan kerja, dan pelayanan sosial. Kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh berbagai tahapan dalam siklus hidup keluarga, dan terkait dengan faktor-faktor internal dan eksternal seperti pendapatan, pendidikan, pekerjaan, dan manajemen sumber daya keluarga.
Pemerintah memiliki peran dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan memberikan dukungan dan akses yang lebih baik ke berbagai sumber daya. Dalam konteks ini, penting bagi keluarga pedesaan untuk memahami dan mengelola sumber daya manusia mereka dengan baik agar dapat mencapai kesejahteraan keluarga yang lebih baik. Pengelolaan SDM yang efektif dapat membantu keluarga menghadapi perubahan dalam siklus hidup keluarga dan mengatasi tantangan lingkungan.
Memiliki anggota keluarga di daerah perdesaan tentu menjadi tantangan besar. Akan tetapi, kesejahteraan keluarga akan terealisasikan dengan manajemen sumber daya manusia yang baik di perdesaan. Proses manajemen sumber daya manusia meliputi (1) identifikasi masalah, kebutuhan, dan tujuan, (2) Klarifikasi nilai, (3) Identifikasi sumber daya, (4) Memutuskan, merencanakan, dan melaksanakan, (5) Capai tujuan dan evaluasi. Perhatian dan komunikasi keluarga yang efektif dapat menunjang peningkatan kesejahteraan keluarga di kota. Kemudian juga, faktor eksternal dan faktor internal dalam keluarga, keduanya saling melengkapi terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga di perdesaan. Perlu adanya dukungan sosial dari berbagai pihak, dan kebijakan-kebijakan pemerintah terkait kesejahteraan keluarga di perdesaan.