Lihat ke Halaman Asli

Intan Fauza

Mahasiswa S1 Ekonomi Pembangunan Universitas Jember

Menavigasi Volatilitas Nilai Tukar: Tantangan Bank Indonesia dalam Mencapai Target Inflasi

Diperbarui: 10 November 2023   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di tengah arus globalisasi dan kompleksitas ekonomi global, nilai tukar mata uang menjadi salah satu indikator penting dalam menilai stabilitas ekonomi suatu negara. Namun, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah bukanlah tugas yang mudah bagi Bank Indonesia terutama dalam upayanya mencapai sasaran inflasi yang telah ditentukan. Nilai tukar mata uang seringkali dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang tidak selalu sejalan dengan kondisi ekonomi fundamental suatu negara. Gejolak pasar global, pergeseran kebijakan ekonomi di negara-negara maju, dan berbagai faktor politik memiliki potensi untuk menciptakan fluktuasi nilai tukar yang sulit untuk diantisipasi. Oleh karena itu, Bank Indonesia perlu mengambil tindakan yang responsif dan cerdas untuk menjaga stabilitas nilai tukar dalam rangka mencapai target inflasi yang telah ditetapkan.

Tekanan dari pasar keuangan dan spekulan merupakan tantangan lain dalam menjaga stabilitas nilai tukar. Spekulasi pasar terhadap pergerakan mata uang dapat menciptakan fluktuasi nilai tukar yang tidak selaras dengan kondisi ekonomi fundamental. Komunikasi yang efektif dengan pelaku pasar menjadi kunci agar ekspektasi dapat dikelola dengan baik. Telah diterapkan di Indonesia, ketika ekspektasi terhadap inflasi itu tinggi, maka Bank Indonesia akan menurunkan target inflasi untuk menurunkan ekspektasi pasar.

Defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran juga merupakan faktor penting yang memengaruhi nilai tukar. Bank Indonesia harus mengelola ketidakseimbangan eksternal ini dengan bijak, karena defisit yang terlalu besar dapat memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah. Langkah-langkah strategis, seperti meningkatkan daya saing ekspor dan mengurangi ketergantungan terhadap impor, perlu diambil untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

Perkembangan teknologi juga menjadi faktor yang mempengaruhi dinamika nilai tukar. Mata uang kripto dan teknologi blockchain, misalnya, dapat menciptakan tantangan baru yang perlu diatasi oleh Bank Indonesia. Fleksibilitas dan inovasi dalam merespons perubahan teknologi akan menjadi kunci dalam menjaga stabilitas nilai tukar di era digital ini.

Dalam menghadapi semua tantangan ini, Bank Indonesia juga perlu meningkatkan kerja sama dengan lembaga keuangan internasional, seperti International Monetary Fund (IMF) dan World Bank. Kolaborasi yang erat dengan lembaga-lembaga ini dapat memberikan dukungan dan wawasan tambahan dalam menavigasi volatilitas nilai tukar.

Bank Indonesia mengelola volatilitas nilai tukar melalui kombinasi kebijakan moneter dan makroprudensial, sebagaimana dijelaskan oleh Perry Warjiyo terdapat lima instrumen utama dalam bauran kebijakan ini. Instrumen tersebut melibatkan pengaturan suku bunga, pengelolaan nilai tukar, kontrol arus modal, implementasi kebijakan makroprudensial, dan komunikasi kebijakan moneter. Dalam kerangka ini, intervensi pasar valuta asing dilakukan dengan tujuan utama untuk menstabilkan nilai tukar sepanjang jalur fundamentalnya dan memelihara stabilitas sistem keuangan. Di Indonesia, intervensi ini telah berhasil mengurangi dampak inflasi yang disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah akibat arus modal keluar dan defisit transaksi berjalan. Selain itu, bank sentral juga terlibat dalam intervensi ganda di pasar valuta asing dan pasar obligasi sebagai upaya untuk mendukung stabilitas dalam sistem keuangan.

Menaikkan suku bunga adalah strategi utama yang diterapkan untuk mengendalikan inflasi. Dengan meningkatkan biaya pinjaman, bank sentral dapat merangsang tabungan daripada pengeluaran konsumen dan investasi. Hal ini pada gilirannya dapat membantu mengurangi tekanan inflasi yang mungkin timbul dari permintaan yang terlalu tinggi. Namun, di tengah kondisi ekonomi yang rapuh, kebijakan ini juga membawa risiko, khususnya dalam hal menghambat pertumbuhan ekonomi.

Pilihan untuk menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap tekanan inflasi memberikan gambaran tentang bagaimana kebijakan moneter dapat menciptakan dilema di antara tujuan-tujuan yang berbeda, yang sesuai dengan konsep trilema kebijakan moneter. Dalam trilema kebijakan, ketika bank sentral memilih untuk menaikkan suku bunga sebagai langkah untuk mengendalikan inflasi (salah satu tujuan kebijakan moneter), maka bank sentral mungkin menghadapi dilema antara dua tujuan lainnya, yaitu menjaga nilai tukar tetap dan memelihara pertumbuhan ekonomi. Menaikkan suku bunga dapat meningkatkan nilai tukar mata uang nasional, tetapi sekaligus dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi pengeluaran konsumen dan investasi. Untuk itu penting untuk tetap mempertimbangkan lima instrumen bauran kebijakan moneter dan makroprudensial. Karena bauran tersebut  dirancang untuk mencapai stabilitas harga dengan tetap memperhatikan pertumbuhan ekonomi serta stabilitas moneter dan sistem keuangan.

Jika ditarik kesimpulan, menavigasi volatilitas nilai tukar merupakan tugas yang kompleks dan memerlukan strategi yang matang dari Bank Indonesia. Keberhasilan dalam menjaga nilai tukar rupiah tidak hanya akan memberikan stabilitas ekonomi tetapi juga mendukung pencapaian target inflasi. Sinergi antarlembaga, keterbukaan terhadap inovasi, dan kewaspadaan terhadap dinamika global akan menjadi kunci dalam menjaga nilai tukar di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline