Buku antologi puisi Barista Tanpa Nama adalah kumpulan puisi karya Agus Noor. Jika anda berani membuka buku ini dan membaca puisi pertama, bisa diyakinkan bahwa anda akan terhipnotis oleh pilihan kata pada puisi ini dan tanpa sadar anda akan merasa bahwa anda adalah salah satu tokoh yang ada di dalam puisi-puisi ini.
Kumpulan puisi ini ditulis Agus Noor pada rentang waktu 2010 sampai 2017 dan diterbitkan pada tahun 2018 oleh pihak penerbit Diva Press yang bertempat di Yogyakarta.
Buku antologi puisi ini merupakan karya antologi puisi pertama beliau, karena sebelumnya beliau lebih banyak mengeluarkan buku kumpulan cerpennya, seperti Memorabilia Melankolia (2016), Lelucon Para Koruptor (2017), Cerita Buat Para Kekasih (2018) dan sebagainya.
Pada beberapa puisi, terdapat puisi-puisi khusus yang ditulis oleh Agus Noor untuk orang-orang terdekatnya.
Seperti puisi Pagi Di Secangkir Kopi yang di tulis khusus untuk Peggy Melati Sukma, puisi Aku Masih Punya Puisi untuk Alm. Umbu Landu Paranggi, puisi Pada Sebuah Panggung kepada Sudjiwo Tedjo dan beberapa yang lainnya.
Seperti pada judul buku antologi ini yaitu Barista Tanpa Nama, Agus Noor cukup banyak mengangkat topik tentang kopi dalam puisi di buku ini.
Jika anda adalah salah satu dari pecinta atau penikmat kopi mungkin anda akan merasa bahwa buku ini sangat menarik untuk dibaca.
1. Kisah-kisah imaji yang dekat dengan realitas
Bagi mereka yang awam terhadap puisi, mungkin akan langsung menyatakan bahwa puisi ini terlalu dramatis atau melankolis. Dan setelah membaca puisi ini berulang kali, tampaknya memang sisi dramatis sekaligus melankolis itulah yang ingin ditonjolkan oleh Agus Noor.