Lihat ke Halaman Asli

Intan Kartika Sari

Perencana Keuangan

Saat Anak Beranjak Remaja

Diperbarui: 6 November 2020   14:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Suatu siang, saya kehilangan kata-kata menghadapi anak perempuan saya yang mendadak menangis saat saya tegur karena belum menyelesaikan tugas sekolah. Sambil menangis tersedu-sedu, ia mengatakan bahwa selama ini saya selalu menuntutnya untuk rajin belajar namun tidak pernah menemaninya saat belajar.

Sejenak saya merasa bingung bercampur gusar. Bingung karena selama ini dia bukanlah anak yang mudah menangis dan gusar karena ucapannya tentang saya tidak pernah menemaninya belajar.

Sambil menarik napas dalam untuk menghilangkan kegusaran, saya memeluknya. Setelah tangisnya reda, ia kemudian berkata akan menyelesaikan tugas sekolahnya hari itu juga. Saya mengatakan padanya agar dia tak sungkan bertanya apabila terdapat kesulitan dalam mengerjakan. Sore harinya, dengan penuh ceria seperti biasa, dia bercerita telah selesai menyelesaikan seluruh tugas sekolah.

Walaupun sempat gusar karena sikapnya, saya berupaya memahami bahwa saat ini ia mulai memasuki masa pra remaja. Menurut ilmu psikologi, masa pra remaja adalah masa peralihan anak-anak menuju masa remaja di rentang usia berkisar 10 -- 14 tahun. Masa dimana terdapat banyak perubahan yang dialami oleh anak-anak, baik perubahan psikis dan fisik.

Perubahan hormon yang mengakibatkan emosi anak menjadi labil dan mudah bergejolak membuat mereka menjadi mudah "baper". Belum lagi perubahan dalam fisik, seperti mulai berjerawat, bau badan mulai menyengat, dada sakit karena akan muncul buah dada, membuat mereka makin tidak nyaman dengan masa peralihan ini.

Sebagai orangtua, seringkali kita merasa bingung menghadapi perubahan sikap anak kita yang mulai menginjak masa remaja. Anak yang selama ini ceria dan suka bercerita berubah menjadi anak pendiam yang menjaga jarak. Sikap anak menjadi sulit ditebak, mendadak cemberut tanpa sebab yang jelas namun diam saat ditanya. Kita pun akhirnya kesal dan menganggap mereka berubah menjadi anak yang "tidak menyenangkan".

Mungkin sebagian dari kita mengalami masa pra remaja yang berjalan menyenangkan dan tanpa masalah. Kita juga merasa bahwa saat itu kita adalah anak manis dan penurut kepada orangtua.

Selain ingatan kita belum tentu benar, kita tidak bisa membandingkan masa remaja kita dengan masa remaja anak-anak saat ini. Saat ini banyak anak yang menginjak masa pubertas di usia yang relatif lebih muda dibandingkan dengan dua puluh lima tahun silam. Kemudahan akses teknologi dan sosial media yang makin marak turut andil membuat remaja menghadapi tekanan sosial serta tuntutan yang lebih tinggi dibandingkan remaja jaman dahulu.

Kita perlu belajar untuk memahami permasalahan dari sudut pandang anak dan lebih  mendengarkan pendapat anak. Terkadang kita berpikir bahwa orangtua lebih tahu segalanya dibandingkan anak-anak sehingga enggan mendengarkan pendapat mereka. Padahal di era keterbukaan informasi saat ini, seringkali anak justru lebih paham banyak hal dibandingkan orangtua. Anak laki-laki saya lebih jago mengoperasikan komputer dan fitur telepon seluler dibandingkan dengan saya. Ia juga lebih mengetahui berita politik terbaru karena suka membacanya.  Selain itu, apabila kita enggan mendengarkan cerita anak kita,  bisa jadi  ia akan memilih orang lain sebagai tempat bercerita. Dan orang itu belum tentu merupakan orang yang tepat.

Kemudahan akses teknologi saat ini juga menyebabkan anak lebih rentan untuk memperoleh informasi yang salah karena anak cenderung lebih mudah menerima informasi tanpa dicerna dan diklarifikasi. Di masa remaja, anak juga cenderung lebih mendengarkan teman sebayanya dan mungkin memperoleh informasi yang salah.

Itulah pentingnya membangun kedekatan dengan anak agar mereka merasa nyaman dan terbuka untuk bertanya dan bercerita mengenai apa saja kepada orangtuanya. Dengan begitu, kita akan lebih mengetahui apa yang mereka rasakan, pikirkan, dan lakukan, termasuk pergaulannya. Selain itu, akan lebih mudah bagi kita untuk menanamkan tentang pentingnya agama, kejujuran, kesopanan, dan nilai-nilai yang lain apabila kita dekat dengan mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline