Secara mengejutkan, beberapa hari lalu kita dikejutkan oleh penangkapan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) karena terkait tindak terorisme. Ini menunjukkan bahwa benih-benih radikalisme masih ada di tengah masyarakat.
Penangkapan DE di Bekasi disertai dengan disitanya barang bukti berupa belasan senapan pabrikan dan rakitan. Di sana juga ada bendera ISIS dan beberapa bukti berupa propaganda di media sosial milik DE. Diketahui juga DE yang berusia sekitar 28 tahun dan menjadi pegawai KAI sejak tahun 2016 telah terafiliasi dengan kelompok-kelompok terorisme sejak 13 tahun lalu.
Menurut Wakil Presiden Ri, KH Makruf Amin mengatakan bahwa peristiwa tertangkapnya DE dan kenyataan bahwa yang bersangkutan berada dalam jaringan radikal dan sekaligus seorang ASN, Membuktikan bahwa kita semua kebobolan dalam seleksi pegawai negeri. Menurut Wapres, seharusnya setiap pegawai negeri harus diteliti dan di screning lebih baik lagi.
Hal itu juga pernah terjadi saat Ryamizard Ryacudu menjadi Mentyeri Pertahanan. Dia mengatakan bahwa prajurit yang terpapar radikal jauh lebih berat yaitu sekitar 3 persen. Jika ditilik dengan total jumlah prajurit seluruh Indonesia, 3 persen itu sama dengan 12 batalion. Artinya sebuah jumlah yang sangat besar.
Tentu saja ini sebuah fenomena yang menyedihkan untuk Indoensia. Bagaimana ASN dan prajurit yang notabene adalah abdi negara dan pilar penting bagi bangsa bisa terpapar radikalisme. Apalagi prajurit yang noitabene memilik senjata dan kekuasaan untuk pertahanan, tentu sesuatu hal yang menyedihkan buat kita semua.
Kembali ke DE, setelah dilakukan pendalaman, diketahui bahwa dia pernah merencakan untuk melakukan penyerangan ke Mako Brimob dan Markas TNI. "Sekitar tiga minggu ke belakang puncaknya bahwa yang bersangkutan terlihat giroh (semangat)-nya semakin tinggi dengan menyebarkan ajakan atau imbauan untuk amaliah atau untuk melakukan aksi terorisme," kata aparat kepolisian.
Sebelum terungkapnya sepak terjang DE, tercatat terdapat 3 kasus pegawai BUMN yang terlibat terorisme. Pada 2015, seorang pejabat Otorita Batam bernama Dwi Djoko Wiwoho bergabung dengan ISIS. Bahkan dia bersama keluarga besarnya sempat hijrah ke Suriah, meski akhirnya dipulangkan dan aktivitasnya dipantau. Kedua seorang pejabat menengah di Kementerian Keuangan Triyono, yang juga terpengaruh kelompok ISIS. Ia hijrah bersama istri dan 3 anaknya ke Suriah, tapi berhasil ditangkap dan dideportasi dari Turki. Lantas pada 2019, seorang pegawai Krakatau Steel Cilegon, Qomar Kuntadi, bergabung dengan ISIS melalui Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Dia dipenjara 3 tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H