Lihat ke Halaman Asli

intan rahmadewi

bisnis woman

Tabayun Membuat Kita Temui Kebenaran

Diperbarui: 14 Oktober 2022   20:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ub.ac.id

Ada fenomena politik menarik yang terjadi di Asia Tenggara. Kali ini terjadi di negara tetangga kita, Filipina. Negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik dan pernah dijajah oleh Spanyol itu baru-baru ini memilih Ferdinand Marcos Junior alias Bong Bong menjadi presiden menggantikan presiden Duterte.

Ayah Bong Bong yaitu Ferdinand Marcos Senior adalah seorang Presiden Filipina pada era 80 an. Dia memerintah Filipina selama beberapa lama dan dikenal sebagai seorang ko ruptor sekaligus dictator. Dia melarikan diri dalam pengasingan di Hawaii setelah kudeta di Filipina yang memprotes gaya kepemimpinannya yang keras. Dia meninggal pada masa pengasingannya.

Keluarganya kemudian mendapat pengampunan dan kemudian kembali ke Filipina. Istrinya yaitu Imelda Marcos yang dikenal suka berfoya-foya dengan aneka koleksi tas dan sepatu mahal, beberapa tahun kemudian menjadi wakil rakyat alias DPR Filipina.

Hanya saja masyarakat Asia Tenggara memang  sering lupa dengan masa lalu seseorang. Anak dari diktaktor lalu menjadi Presiden Filipina. Kenapa bisa begitu?

Bong bong ternyata menggunakan media sosial untuk membangun citra dirinya. Diketahui media sosial cenderung mengamplifikasikan informasi dari beberapa orang influencer dan  pendengung (buzzer) tentang sesuatu. Dalam prosesnya itu disebut proses bubble (ruang gema). 

Ruang gema itu cenderung homogen (satu warna informasi) dan cenderung menenggelamkan informasi yang berbeda. Mekanisme inilah yang kini sering dipakai oleh beberapa politisi dalam membangun citranya.

Sementara itu, para pemilih di Filipina dan dunia kini sebagian besar adalah generasi Z dan Alpha yang akrab dengan dunia digital. Sehingga ayah Bong Bong yaitu Ferdinan Marcos yang koruptor dan diktaktor, tenggelam oleh glorifikasi kesuksesan Ferdinand Marcos memimpin Filipina di masa lalu yang sengaja diposting berulang-ulang oleh para pendengung dan pendukungnya. Informasi inilah yang "dimakan' oleh para pemilih muda Filipina.

Mereka ini cenderung tidak tabayun dalam mencari kebenaran suatu informasi, sehingga membuat mereka masuk dalam pilihan politik yang tidak tepat.

Hal ini juga terjadi di Indonesia. Seringkali kita mendapat informasi sepotong-sepotong, tanpa mau mencari tahu kebenaran informasi itu, sehingga kita mirip seperti para pemilih Filipina itu yang ternyata mendapat informasi tidak utuh bahkan salah. Bahkan dari kita masuk dalam  budaya povokasi yang tidak terpuji. Beberapa kejadian masa lalu sudah membuktikan ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline