Tak bisa dipungkiri bahwa tahun ini adalah perayaan Nyepi yang berbeda dari biasanya. Tahun ini adalah Nyepi tahun Saka 1942 yang jatuh pada Rabu (25/3).
Tentu saja bukan pada nyepinya, tapi pada perayaan dan upacara yang menyertainya- satu perayaan yang tak hanya dinanti oleh umat Hindu tetapi umat lainnya, termasuk para wisatawan. Sebelum perayaan Nyepi yang memang sepi itu ada perayaan melasti yang berlangsung di tepi laut atau sungai dan kemudian upacara tawur kesanga yang bermakna penyucian.
Lalu ada perayaan ogoh-ogoh yaitu mengarak patung besar yang melambangkan dosa-dosa kita yang pada akhir dari arakan ini adalah patung-patung raksasa itu dibakar. Rangkaian Nyepi adalah satu proses dimana kita akan memulai dengan hati dan niat bersih setelah rangkaian perayaannya melambangkan dharma (perbuatan baik)menang melawan adharma (dosa/ perbuatan buruk).
Wabah virus Covid -19 memang menjadi penyebab banyak hal berubah, termasuk Nyepi tahun ini. Virus ini memang membuat Nyepi menjadi berbeda pada tahun ini. Namun itu tentu tidak akan mengubah keyakinan umat Hindu pada Sang Hyang Widhi Wasa.
Begitu juga umat-umat lainnya dalam melaksanakan ibadah. Mereka juga melakukan banyak penyesuaian atas peribadatan karena pemerintah meminta tidak adanya kerumuman yang dapat mempermudah penularan virus tersebut. Pemerintah kemudian menganjurkan untuk beribadah di kediaman masing-masing dan tidak melakukan aktivitas di luar rumah jika tidak perlu.
Hanya saja memanga ada beberapa profesi yang membuat mereka berada di luar rumah semisal driver taxi atau ojol, para pedagang kebutuhan pokok dan beberapa profesi lainnya. Namun sangat terasa bahwa banyak masyarakat yang mengurangi kegiatan mereka di luar rumah.
Begitu juga event-event besar yang terpaksa harus ditunda karena virus yang merepotkan dunia ini. Semisal Olimpiade 2020 yang seharusnya dilaksanakan di Jepang pada Juli- Agustus 2020 di Tokyo Jepang,. Namun karena adanya virus ini menyebabkan beberapa persiapan tidak maksimal sehingga diundur setahun yaitu 2021.
Atas dasar situasi seperti ini, maka kita diminta untuk tidak menambah ketegangan semisal dengan mengkritik anjuran untuk salat dari rumah dari pemerintah, karena pada dasarnya hal itu untuk kepentingan rakyat.
Sebaliknya situasi ini mungkin bisa menjadi ladang ibadah kita dalam hal gotong royong ; untuk saling membantu. Bagi yang berkelebihan mungkin kita bisa menyumbang keluarga pra sejahtera yang tidak bisa mencari nafkah secara maksimal sebagai tukang ojek. Atau pemulung yang tak bisa bekerja baik karena situasi yang tidak memungkinkan.
Kita juga harus ikhlas dan menerima jika pemerintah meminta kita untuk membatasi jarak fisik kita dan membatasi kegiatan kita. Hal itu semua untuk kebaikan kita sendiri. Bagaimanapun, ini adalah situasi yang membuat kita harus senantiasa percaya pada kebijakan Tuhan melalui pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H