Lihat ke Halaman Asli

intan rahmadewi

bisnis woman

Rumah Ibadah untuk Ibadah

Diperbarui: 21 Februari 2019   13:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

jalandamai.org

Sejak proklamasi Negara Republik Indonesia, kita tahu bahwa ada beberapa agama yang diakui oleh Negara. Dalam perjalannya, Indonesia juga akhirnya mengakui beberapa aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semisal Kejawen atau Sunda Wiwitan dll.

Sejak awal kemerdekaan kita disadarkan bahwa Negara kita berbeda-beda agama. Bukan saja agama tetapi juga perbedaan budaya, bahasa, suku dan pulau dimana kita berdiam. Perbedaaan itu adalah hal fitrah yang harus kita terima dengan baik dengan rasa syukur. Perbedaan itu sejatinya adalah kekayaan yang mungkin tidak dimiliki oleh Negara lain.

Sehingga perbedaan yang kita miliki sebagai bangsa itu adalah kekayaan yang layak kita jaga. Sebagai kekayaan yang bisa dibanggakan. Negara China yang jauh lebih besar dibanding Indonesia juga punya banyak perbedaan pada bangsanya, semisal suku, budaya dll. Tapi bahasa dan kepulauan, Negara itu tak sekaya Indonesia.

Yang lebih membanggakan lagi adalah meski Negara kita terdapat banyak perbedaan tetapi kita terbiasa menghormati dan menghargai mereka. Begitu juga rumah ibadah dan segala kegiatannya. Baik kegiatan rutin maupun kegiatan yang istimewa, seperti hari-hari besar agama.

Hanya saja kini ada beberapa rumah ibadah yang agak bergeser dari kegiatan rutin dan kegiatan istimewanya. Yaitu kegiatan yang bercampur dengan kepentingan politik. Jika hanya sebatas berdiskusi soal politik saja (politik substansif) tak apa. Yang jadi masalah jika diskusi mengarah pada politik praktis.

Terkadang kita juga melihat seorang calon anggota legislative masuk ke rumah Ibadah, bukan hanya untuk beribadah tetapi melakukan kegiatan politik praktis. Meski kehadiran mereka selalu berhasil dibungkus dengan berbagai nama kegiatan. Semisal bakti sosial untuk masjid dan lingkungan seputar masjid. Atau operasi khitan gratis yang ditujukan untuk masyarakt sekitar masjid dan lain sebagainya. Atau ceramah-ceramah pendidikan yang dilakukan oleh para caleg itu.

Sebenarnya kegiatan sosial itu sendiri tidak menjadi masalah jika memang ditujukan untuk kegiatan sosial itu sendiri. Tetapi akan menjadi masalah jika dibalik semua kegiatan itu ada misi politik praktis yang dibawa oleh caleg itu. Misalnya agar masyarakat yang mengambil manfaat dari semua kegiatan itu untuk memilih caleg bersangkutan saat pencoblosan April nanti. Sehingga bisa dikatakan bahwa kegiatan yang mereka lakukan punya pamrih politik.

Sudah saatnya kita peka untuk masalah-masalah seperti itu. Sedapat mungkin kita harus menolak jika seorang ingin melakukan 'kampanye' secara halus kepada warga sekitar rumah ibadah. Karena bagaimanapun rumah ibadah harus tetap dijaga agar tetap menjadi tempat ibadah secara murni.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline