Lihat ke Halaman Asli

Istudiyanti Priatmi

Fortiter in re, suaviter in modo (Claudio Acquaviva, SJ)

Membesarkan Anak Disabilitas Itu Mahal

Diperbarui: 26 Juli 2024   07:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Penulis: Istudiyanti Priatmi, S.E., M.H.
(Ketua Pengurus & Pendiri ABK UMKM)

Sesuai pengalaman saya membesarkan Matthew (disabilitas autisme hingga wafat di usia 25 tahun), memang ananda istimewa kita selama konsultasi dengan psikolog diberi diagnosa aneka ragam.  Matthew alm. didiagnosa Hiperaktif, gedean dikit ASD, lantas next-nya Asperger, trus ADHD, bahkan guru di SD swasta favorit di Balikpapan menyatakan Matthew itu Development Delay yang harus sekolah di SLB... intinya Matthew "diusir" bersekolah di sekolah inklusi mahal itu.  Lho pas momen saat saya proses dicerai mantan suami yang mau menikah lagi, karena malu memiliki anak autisme dan ingin memiliki anak non-disabilitas.   Saya pun tidak diberi harta gono-gini, jadi saya tidak bisa "memberi iuran sekolah 5 kali lipat dan menyumbang 10 kali lipat seperti biasanya" demi mengamankan posisi Matthew agar bisa  terus bersekolah di sekolah itu.  Padahal Matthew umur 10 tahun sudah grade 2 piano ujian ABRSM (international certificate).  Saya dendam sekali.  

Saya putuskan mendidik sendiri dan mendiagnosa Matthew sebagai anak istimewa dengan kemampuan unik yang layak latih ketrampilan sesuai minatnya.  

Saya bawa Matthew pindah ke Jakarta saat saya diterima di Magister Hukum (Bisnis) UI.  Saya sekolahkan Matthew di sebuah homeshooling mahal dan mulai meneruskan SD hingga  lulus SMA.  Di akhir jelang ujian nasional, psikolog homeschooling itu memanggil saya agar Matthew dipindah ke SLB, wah padahal  sudah tinggal 1 bulan lulus dan saya sudah susah-payah mencari uang pembayar yang mahal per paket.  Saya tegas menolak dan menyatakan berapa pun nilai hasil ujian nasional saya terima.  Alhamdulillah diiizinkan ikut ujian nasional tingkat SMA.  

Saya sangat bahagia melihat Matthew bangga memakai jas di acara wisuda SMA bersama para sahabatnya di sekolah itu.  Matthew sumringah dan terus menebarkan senyum kala itu, meski jas dan dasi Matthew saya beli di pasar loak Senen.  

Saya tidak mampu membiayai Matthew kuliah di PTS, maka saya putuskan mendidik sendiri dan melatih ketrampilan dengan membuatkan usaha mikro bersama yakni Kresz-Kresz.  Saya latih membantu membuat Green Juice Kresz-Kresz untuk usaha kami berdua... dia memetik sayur dan buah, menempel stiker, memasukkan juice ke freezer, memanggil Gosend kirim ke pelanggan dan menerima sayur segar untuk dipetik lantas taruh di kulkas.  

Saya besarkan hatinya di bidang aplikasi komputer (meski pakai hp imut 1 berdua) dan dia membuat karakter Princess Hepii, Mr. Kurkuma dan Baby Cucumber yang saya jadikan notes, tas lipat, kipas, kaos dijual hingga sekarang di ABK UMKM Mart.   Matthew jago aplikasi baru di komputer atau Hp hingga dia mengajarkan saya mahir menggunakan aneka aplikasi di hp untuk membuat flier dan video yang bermanfaat bagi penyelenggaraan kegiatan ABK UMKM. 

Saya kembangkan minatnya di bidang rohani misal ikut koor, saya masukkan sebagai anggota Legio Maria auxilier yang pendoa dari rumah, ikut ibadat via Zoom Dominikan awam Laudes Nikodemus dan rajin ikutkan misa setiap Minggu serta acara doa Lingkungan.  

Saya ikutkan pada kegiatan berbagi kemanusiaan termasuk menjadi peserta donor darah yang stop usai didiagnosa autoimun dan menjadi pendonor kornea mata, serta memberi semampu kami pada sesama.  

Sepanjang perjalanan hidup saya bersama Matthew,  saya pun terus bereksperimen mencari dimana minatnya.  Kunci masuk adalah MINAT anak.  Kita bisa bentuk minat anak dengan memperkenalkannya.  Jujur saya habiskan banyak uang untuk mencari minat Matthew.  Antara lain hal ini yang menjadi alasan saya membentuk ABK UMKM yang memberi pelatihan gratis dan berbiaya murah untuk ketrampilan dan pelatihan guna terapi motorik dan fokus, serta menginspirasi bonding orang tua, sibling atau pendamping dengan ananda disabilitas membuat usaha mikro.   Saya memahami betapa mahalnya mendapat titipan amanat Allah, ananda istimewa dan unik kita.

Jadi para orang tua disabilitas, jangan terpaku pada diagnosa belaka dan hancur meratapi nasib.. Kita harus terus bersemangat mengembangkan ananda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline