Tanpa terasa penghujung tahun sudah hampir tiba. Sebentar lagi saatnya melakukan evaluasi diri, sekaligus menetapkan target yang ingin dicapai.
Namanya resolusi. Istilah yang biasanya viral menjelang penggantian tahun.
Resolusi umumnya merupakan janji kepada diri sendiri atau keinginan untuk melakukan sesuatu, biasanya tentang perubahan perilaku, etos kerja, atau gaya hidup.
Caranya?
Tentu saja resolusi tidak dibuat secara serampangan. Yang pertama harus mengakui segala kekurangan dan kelemahan diri selama ini. Lalu, yang kedua adalah apa yang pantas dilakukan agar diri dapat berubah menjadi lebih baik. Kedua hal ini lalu digabung dan menjadi resolusi.
Sayangnya, kebanyakan resolusi dibuat untuk tidak dilaksanakan. Ia akan lenyap begitu saja bagai air yang dibiarkan mendidih terlalu lama.
Alasannya?
Ada banyak. Mulai dari lalai, malas, atau sekadar lupa saja. Namun, bagi saya resolusi sangat sulit dijalankan karena adanya perbedaan antara harapan dan kenyataan. Atau dengan kata lain, terkadang kita terlalu memaksakan kehendak.
Lalu, Apa Gunanya Resolusi?
Mungkin sebaiknya tidak usah dipikirkan. Sebabnya hanya buang-buang waktu dan pada akhirnya hanya akan malu sendiri. Tapi, bagaimana jika sebaliknya? Membuat Resolusi dengan tidak melakukan apa-apa. Ha? Bagaimana bisa? Tentu bisa jika kita mencanangkan sebuah filsafat China Kuno sebagai resolusi