Lihat ke Halaman Asli

Inspirasiana

TERVERIFIKASI

Kompasianer Peduli Edukasi.

Tradisi Batandang yang Telah Lekang oleh Zaman

Diperbarui: 24 Oktober 2022   14:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Batandang, Foto Repro/Dokumentasi pribadi

PDKT atau "pendekatan", umumnya dilakukan antara perempuan dan laki-laki yang tertarik satu sama lainnya untuk memulai hubungan yang lebih serius. Dari PDKT kemudian pacaran selanjutnya jika ada kecocokan maka pasangan tersebut melanjutkan ke jenjang pernikahan.

Di daerah Kerinci, Provinsi Jambi, ada istilah basakire atau bamudo yang artinya pacaran, dilakukan setelah PDKT terlebih dahulu. Proses PDKT yang dilakukan dari zaman dahulu dikenal dengan istilah "Batandang". Batandang berasal dari kata bertandang, yang artinya bertamu, berkunjung, singgah.

Sebelum seorang pemuda akan batandang maka diberikan informasi lewat perantara bahwa ada seseorang yang akan batandang malam nanti ke rumah si gadis. Jika pihak si gadis setuju maka batandang akan terjadi, namun jika ditolak apa boleh buat batandang batal dilakukan.

Biasanya pemuda akan datang sendirian atau membawa pendamping dalam batandang dan si gadis mesti ditemani oleh ibunya atau perempuan baya. Adat melarang batandang hanya dilakukan berdua saja. Ada sanksi adat jika pemuda dan gadis berduaan, akan dikenakan denda adat.

Walaupun batandang tidak ada aturan tertulis namun berdasarkan budaya, adab sopan santun maka pemuda yang batandang duduk dekat pintu masuk dan tidak boleh masuk terlalu jauh ke dalam rumah si gadis.

Dalam budaya Kerinci, seorang pemuda akan batandang ke rumah seorang gadis bisa dilakukan pada siang atau malam hari. Sang pemuda akan mengungkapkan isi hatinya dengan nyanyian tradisional atau pantun. Wah romantisnya.

Seperti pantun berikut ini.

Pegi ku rimbo mumikat balam (pergi ke rimba memikat balam)
Balamnyo kno si tigo gayo (balamnya kena si tigo gayo)
Hati mabuk siang ngan malam (hati mabuk siang dengan malam)
Mabuk di adik saparoh nyawo (mabuk pada adik separuh nyawa)

Jika sang gadis setuju, kadang mereka akan bertukar hadiah khusus dan batandang akan dilanjutkan pada waktu berikutnya. Namun jika sang gadis menolak tentu saja sang pemuda terpaksa menerima penolakan tersebut. Bunga tidak setangkai, bukan?

Tempat batandang tidak mesti di rumah si gadis tapi juga bisa di rumah orang lain yang masih ada hubungan keluarga. Jika batandang dilakukan di rumah si gadis maka akan ditemani oleh ibunya. Kalau batandang dilakukan di rumah orang lain maka si gadis akan ditemani oleh perempuan agak baya yang ada di rumah tersebut.

Dalam batandang terjadi proses pengenalan satu sama lain, bercakap-cakap agar lebih akrab. Melakukan penjajakan agar ada kecocokan satu sama lain. Bamudo atau pacaran ini tidak ada batas waktu, tergantung kapan siap menuju pelaminan, atau jika tidak cocok putus di tengah jalan. Jika sekiranya sepasang muda-mudi ini sudah merasa cocok dilanjutkan melalui proses batuek atau melamar dan bersiap ke pelaminan.

Namun, kini zaman sudah modern dan budaya batandang sudah sulit dijumpai. Anak-anak muda sudah punya jalannya sendiri menemukan jodohnya. Gaya pacaran dengan ditemani orang yang lebih tua terasa sungkan bagi mereka. Tidak ada pertemuan di rumah panggung dengan ditemani lampu templok (lampu sumbu).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline