Sebelum membaca lebih lanjut, silakan baca lima bagian sebelumnya: Terbanglah Camar (I), Terbanglah Camar (II), Terbanglah Camar (III), Terbanglah Camar (IV), Terbanglah Camar (V)
Fanny merasa bagai mimpi ketika melihat seorang wanita setengah baya berdiri di hadapannya.
Mama! Gaung yang lama terlupakan itu kini berdentang nyaring di hatinya. Antara rindu dan benci, ia hanya memandangi mama tanpa dapat berkata-kata.
"Fanny," Mama memanggilnya dengan bibir bergetar. "Mama minta maaf. Mama tidak pernah memperhatikan kamu. Ketika kamu kecelakaan, mama sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri. Mama ..."
"Ma ..."
***
"Kamu hebat!" Peter tersenyum hangat setelah memeriksa Fanny. "Kemajuanmu sangat pesat. Mungkin dua atau tiga hari lagi, kamu sudah boleh pulang."
Fanny memandang Peter dengan mata berkaca-kaca. Dewa penolong, batinnya, betapa miripnya kamu dengan Geld. Kalau bukan karena kamu, mungkin aku sudah mati sejak kemarin-kemarin. Tetapi ...
"Hei," Peter memandangnya dengan heran. "Kamu tidak gembira, Fanny?"
"Saya gembira, dokter."