Sebelum membaca lebih lanjut, silakan baca bagian sebelumnya: Nostalgia Cinta di Atas Kereta (I)
Sejak berangkat tadi, Diana sangat lemas. Entah karena tidak kuasa menahan rindu atau barangkali terlalu lelah sebab perjalanan dari indekosnya ke stasiun harus ditempuh melawan hujan sampai seluruh bajunya sempat basah.
Saat tiba di stasiun Tugu tadi, ia pergi ke toilet untuk mengganti baju. Setelah selesai, ia duduk di peron dan langsung memejamkan mata.
Ia tidak sanggup menahan kantuk yang sedari tadi secara tidak sadar membuat kepalanya terangguk-angguk. Belum lama ia berusaha tidur, terdengar suara seorang lelaki. Rupanya, kereta sudah hampir memasuki Stasiun Kota di Jakarta.
"Diana, Diana, kekasihku bilang pada orangtuamu," senandungnya seraya memetik gitar kecil di tangan.
Diana tiba-tiba kaget. Matanya yang sudah bulat dan besar itu terbelalak, terlihat semakin besar, seperti tidak menyangka siapa sosok lelaki yang sedang berdiri dan bernyanyi di depannya.
Laki-laki yang kerap menemani mimpi-mimpinya sejak kelas satu SMA itu berada tepat di hadapannya. Diana tidak tahu dari mana laki-laki itu muncul. Rasa rindu kepada ibu dikalahkan oleh rasa herannya.
Apakah ini masih bagian dari mimpi dalam lelapnya yang sesaat? Diana mencubit lengannya sendiri untuk memastikan. Tidak! Ini sungguh-sungguh terjadi. Laki-laki itu, kenapa muncul lagi di saat seperti ini. Dari mana dia, mengapa bisa mendadak ada di sini?
“Anjar kau …,” Dengan pelan Diana mencoba menyapa.
Tak sampai selesai kalimatnya dibalas senyuman manis Anjar. Iya senyum itu pun masih sama. Masih berhasil menggoyahkan hatinya.
“Ah …Tuhan, mengapa setelah sekian lama, dia muncul lagi,” batin Diana bergejolak antara rindu dan tanya.