“Vava”
Valerie menoleh. Senyumnya segera mengembang melihat Ferry melambai ke arahnya dari depan ruang sekretariat POUT (Persekutuan Oikoumene Universitas Tarumanagara).
Ia akan membatalkan niatnya ke perpustakaan dan bergabung dengan teman-temannya yang sedang berkumpul di ruang itu, kalau saja tidak terlihat olehnya sebuah kepala yang menoleh dan memandang dengan tertegun ke arahnya.
Johanes Gunawan! Nama itu kembali berdentang, memantulkan gema ke segala penjuru hatinya. Valerie menghela nafas panjang.
Dengan enggan ia membalas lambaian beberapa orang temannya yang sedang berada di ruang sekretariat POUT itu, lalu meneruskan langkah dengan hati tak menentu.
“Kenapa gadismu, Fer?” Gun bertanya pada Ferry dengan mata tertuju pada Valerie yang sudah menjauh.
Ferry tersenyum lucu sambil mengangkat bahu. Dipandanginya saja punggung Valerie – nona kecilnya yang terkasih – dengan hati penuh tanda tanya.
“Entah salah makan apa dia hari ini,” Linggar tertawa kecil. “Tidak biasanya dia begitu gugup dan melangkah terburu-buru.”
Di dalam elevator, Valerie bersandar pada dinding sambil mengatur nafasnya yang terengah- engah. Ia memejamkan matanya, menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya kuat-kuat.
Betapa inginnya ia melupakan kejadian tadi. Betapa inginnya ia mengatakan pada dirinya kalau tadi ia hanya bermimpi.