Lihat ke Halaman Asli

Inspirasiana

TERVERIFIKASI

Kompasianer Peduli Edukasi.

Kisahku di Penjara: Paradoks Nasi Bungkus (Bagian 12)

Diperbarui: 20 Maret 2022   09:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi nasi bungkus | Foto diambil dari Shutterstock

Lanjutan kisah nyata Kang Win di penjara. Silahkan ikuti akun Inspirasiana untuk membaca lanjutan ceritanya.

Paradoks Nasi Bungkus (Melawan Dengan Sabar, Bagian 12)

Hari Jumat, 19 April 2019. Ini adalah hari ke-5 saya berada di Lapas Porong setelah dilayar dari Rutan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada hari Senin,15 April 2019. Layaran yang saya jalani ini adalah proses eksekusi dengan telah inkrahnya (berkekuatan hukum tetap) perkara saya.

Tidak semua layaran merupakan proses eksekusi, karena ada yang hanya merupakan mutasi antar rutan atau lapas. Layaran semacam ini biasanya karena di rutan atau lapas sebelumnya seorang tahanan atau napi mempunyai masalah serius atau karena alasan tertentu yang bersangkutan minta dipindahkan.

Selama empat hari pertama itu saya ditempatkan di blok pengamanan dengan status Mapenaling (masa pengenalan lingkungan) selama 20 hari. 

Selama Mapenaling, seorang napi harus berada di dalam kamar selama 24 jam penuh setiap harinya. Karenanya napi tersebut belum boleh dikunjungi oleh keluarganya.

Saya cukup beruntung karena saat masuk jumlah penghuni kamar termasuk saya hanya berjumlah 12 orang. Terasa sangat longgar.

Pada saat tertentu, yakni pada saat jumlah layaran yang masuk cukup banyak, kamar itu bisa diisi sampai 40 orang. Dengan jumlah 40 itu sangat mungkin tidak semua bisa tidur dengan berbaring.

Saya juga cukup beruntung karena pada hari keenam masuk layaran yang sangat banyak sehingga saya langsung 'bongkaran' (dikeluarkan) dari Mapenaling dan 'turun' ke blok hunian dan berstatus WBP penuh.

Ada satu kesempatan keluar kamar saat Mapenaling yaitu saat salat Jumat bagi yang muslim dan ibadah minggu bagi umat Kristiani. Ini seperti yang saya alami pada hari kelima itu. Kami para Mapenaling yang Muslim diizinkan mengikuti Salat Jumat di Masjid Lapas.

Saya menyaksikan pemandangan yang luar biasa. Masjid yang cukup besar itu penuh dengan jamaah sampai meluber ke selasar yang memisahkan jalan dengan lapangan bola. Pemandangan seperti itu terus saya saksikan selama beberapa bulan setelahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline