Lihat ke Halaman Asli

Inspirasiana

TERVERIFIKASI

Kompasianer Peduli Edukasi.

Kisahku di Penjara, Menikmati Kebersamaan (Bagian 5)

Diperbarui: 4 Maret 2022   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisahku di penjara, menikmati kerbersamaan - Ron Lach from Pexels

Kelanjutan dari bagian sebelumnya, Menjadi Pak RT. Kisah bagian kelima dari diary Kang Win Melawan dengan Sabar ini bertajuk Menikmati Kebersamaan.

*

Hari Jumat, 19 Januari 2018. Setelah melewatkan hari Jumat minggu sebelumnya tanpa salat Jumat, hari itu saya diizinkan bisa mengikuti salat Jumat di Masjid Kejati. Sebuah masjid yang cukup besar dan megah, menghadap langsung ke Frontage Road A. Yani.

Masjid ini terletak di pojok kiri bagian depan areal kantor Kejaksaan Tinggi. Berada persis di samping gerbang utama yang dilengkapi pos penjagaan. Di pos penjagaan inilah saya mengikuti salat Jumat. Meski terasa kurang afdal, tidak mengapalah daripada tidak salat Jumat sama sekali.

Selama beberapa Jumat kami Salat Jumat di situ secara bergiliran. Hanya empat orang setiap kali salat Jumat yang diizinkan mengikutinya dengan alasan keterbatasan pengawalan. Inilah istimewanya kami, salat Jumat saja dilakukan dengan pengawalan.

Ada cerita lucu tentang salat Jumat di masa awal-awal kami "berkamar" di Rutan Kejati ini. Seperti sudah saya ulas di atas, di awal-awal kami Salat Jumat di Masjid secara bergiliran, empat orang tiap kali Salat Jumat.

Itu merupakan hasil pendekatan kami kepada pihak Kejati. Pihak Kejati mengizinkan dengan catatan setiap dua orang akan mengenakan borgol bersama saat pergi ke masjid dan kembali ke tahanan. Kami pun setuju. Tak apalah diborgol asal bisa salat Jumat.

Maka setiap berjalan ke masjid kami bergandengan tangan karena tangan kami disatukan oleh borgol. Awalnya kami tutupi tangan kami itu dengan sajadah agar tidak terlihat oleh orang lain.

Namun kami berpikir, untuk apa juga ditutupi toh hanya ketemu orang-orang Kejati yang sudah pasti tahu bahwa kami ini tahanan. Dan bukankah kami salat di Pos Penjagaan, tidak di dalam Masjid sehingga tidak bertemu jamaah umum.

Saya harus berterima kasih kepada makhluk yang bernama borgol. Pertama, secara fisik borgol telah menyatukan tangan kami. Saat diborgol itu kami terikat satu sama lain. Dan itulah yang kemudian mengikat kami, menyatukan kami secara emosional. Sampai sekarang, kami masih terus saling berhubungan meski secara fisik kami berjauhan tanpa melihat lagi kasus apa yang menyeret kami ke penjara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline