Lanjutan dari kisah nyata Kang Win, Hanya Kepada Tuhan Kutitipkan
*
Menjadi Pak RT (Melawan Dengan Sabar, Bag. 4)
Kamis 18 Januari 2018 adalah hari ke 8 saya "berkamar" di Rutan Kejati. Di minggu kedua saya "berkamar" itu penghuni rutan sudah bertambah menjadi 8 orang, tidak lagi sendirian menghuni penjara berhantu itu.
Sebelumnya, secara guyon saya meminta kepada seorang pejabat tinggi Kejati agar penghuni rutan bisa segera ditambah.
Dia inilah yang "memamerkan" saya kepada belasan wartawan baik media cetak, media elektronik dan media online. Dia pula yang pada saat saya masuk rutan pertama kali, memberi saya sebuah Kitab Suci Al Qur'an edisi luks yang masih baru serta sebuah sarung.
Dia juga memerintahkan stafnya mengambil sajadah yang biasa dia pakai di ruangan kerjanya untuk saya pakai. Sebuah sajadah indah berlapiskan anyaman rotan Banjarmasin di bagian bawahnya. Saya menjadi satu-satunya orang yang mendapatkan itu semua selama dia menjabat di Kejati Jatim.
Sejak itu kami sering ngobrol ngalor-ngidul. Kami akhirnya seperti menjadi dua "kawan". Aneh juga memang. Mungkin kepedean ya kalau saya mengatakan dia mungkin merasa saya berjasa kepadanya.
Ini ceritanya. Tahun 2014, lima tahun setelah saya mengakhiri jabatan di sebuah perusahaan plat merah, saya mendapat panggilan dari sebuah Polda untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Hanya sekali saya diperiksa dan menurut info dari salah satu sumber di Polda itu, pihak kepolisian tidak (belum) mendapatkan bukti yang cukup untuk melanjutkan kasus ini. Sampai kemudian di pertengahan 2017 saya mendapat panggilan dari Kejari untuk kasus yang sama. Sekali pemeriksaan, lalu berhenti pula.