Lihat ke Halaman Asli

Inspirasiana

TERVERIFIKASI

Kompasianer Peduli Edukasi.

Mirisnya Aktris Anak Perankan Peran Dewasa, Saatnya Industri Sinetron Berkaca Diri

Diperbarui: 3 Juni 2021   06:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi menonton sinetron di televisi | Photo by KoolShooters from Pexels

Warganet heboh membincangkan sebuah sinetron yang menampilkan seorang aktris usia anak-anak dalam peran untuk orang dewasa. Sinetron tersebut bertajuk Suara Hati Istri Zahra. Mirisnya lagi, si aktris anak memerankan peran sebagai istri ketiga.

Saya tidak akan mau menonton sinetron yang menampilkan aktris usia anak-anak, tepatnya usia 15 tahun dalam peran sebagai seorang istri dari pria dewasa. 

Aktor lawan main si aktris anak-anak itu sudah berusia 39 tahun. Ditilik dari usia, jelas bahwa si suami Zahra lebih pantas menjadi ayah Zahra. Sayang sekali, dalam sinetron ini justru aktris yang dipilih untuk memerankan Zahra masih berusia bocah menurut undang-undang di Indonesia.

Pasal UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

Mengkampanyekan pernikahan usia dini secara terselubung

Meskipun naskah sinetron tersebut tidak secara gamblang merinci usia Zahra, wajar saja sejumlah pemirsa merasa bahwa diam-diam sinetron itu mengkampanyekan pernikahan usia dini.

Pernikahan usia dini dinilai banyak akademisi sebagai pernikahan yang membawa banyak sekali dampak negatif bagi anak-anak. Salah satunya adalah risiko bagi ibu dan bayinya.

Kehamilan pada usia kurang dari 17 tahun meningkatkan risiko komplikasi medis, baik pada ibu maupun pada anak. Anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun. 

Penyebabnya, organ reproduksi anak belum berkembang dengan baik dan panggul juga belum siap untuk melahirkan. Data dari UNPFA tahun 2003, memperlihatkan 15%-30% di antara persalinan di usia dini disertai dengan komplikasi kronik, yaitu obstetric fistula.

Pernikahan dini juga rawan risiko KDRT dan masalah psikologis karena anak-anak memang belum matang secara emosional untuk membangun relasi berkomitmen. Pasangan yang lebih dewasa bisa mendominasi pasangan yang masih di bawah umur. Ketimpangan relasi pun terjadi.

Menganggap wajar grooming pada anak-anak

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline