[caption id="attachment_384255" align="aligncenter" width="624" caption="TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN"][/caption]
Jaminan kesehatan nasional, sebuah sistem yang diterapkan pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia, baik mampu maupun tidak mampu secara finansial. Sistem ini telah diterapkan di Indonesia per 1 Januari 2014. Namun, dalam perkembangannya, muncul banyak permasalahan di lapangan. Sistem telah dipersiapkan melalui dikeluarkannya berbagai peraturan mulai undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, SK Menteri, dan peraturan lainnya untuk mengatur pelaksaan jaminan kesehatan nasional.
Salah satu sasaran utama dari program yang dicanangkan oleh pemerintah ini adalah fakir miskin dan masyarakat tidak mampu. Iuran untuk kelompok masyarakat ini dibayar oleh pemerintah. Dalam kepesertaan jaminan kesehatan, kelompok ini disebut dengan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Besar iuran bagi PBI ditetapkan oleh pemerintah yang dipertimbangkan oleh Menteri Keuangan beserta menteri terkait lainnya. Saat ini, besar iuran PBI yang harus dbayarkan oleh pemerintah adalah Rp 19.000 per orang setiap bulannya.
DASAR HUKUM
- Pasal 10 ayat 1 Perpres No.12 tahun 2013 : Pemerintah mendaftarkan PBI Jaminan Kesehatan sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan
- Pasal 16 ayat 1 Perpres No. 12 tahun 2013 : Iuran PBI Jaminan Kesehatan ditanggung oleh pemerintah
- Pasal 6 ayat 1 Perpres No.111 tahun 2013 : Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan mencakup seluruh penduduk Indonesia
- Pasal 6A Perpres No. 111 tahun 2013 : Penduduk yang belum termasuk sebagai peserta Jaminan Kesehatan dapat diikutsertakan dalam program Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan oleh pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota
- Pasl 13 PP No. 101 tahun 2012 : Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan cara memberikan data yang benar dan akurat tentang PBI Jaminan kesehatan, baik diminta maupun tidak diminta.
- Pasal 14 PP No.101 tahun 2012 : Peran serta masyarakat ... disampaikan melalui unti pengaduan masyarakat di setiap pemerintah daerah, yang ditunjuk oleh gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Mekanisme pendaftaran peserta PBI Jaminan Kesehatan sesuai Peraturan Pemerintah No. 101 tahun 2012 tentang PBI Jaminan Kesehatan : :
Pada kenyataan di lapangan, berdasarkan berita yang telah dikumpulkan, ada beberapa kondisi yang terjadi, diantaranya:
1)Masyarakat miskin di Ngawi belum memahami sistem jaminan kesehatan nasional (JKN) sehingga membayar sendiri biaya pelayanan kesehatan (tribunnews.com, 13 Januari 2014)
2)Data terpadu yang disahkan oleh Mensos pada 1 Januari 2014 belum termasuk 6,7 juta jiwa masyarakat penyandang masalah kesejahteraan sosial (health.liputan6.com, 15 Januari 2014)
3)Sebanyak 1435 orang masyarakat miskin Jabodetabek ditanggung iurannya olkeh Dompet Dhuafa (beritasatu.com, 17 Juli 2014)
4)Hasil evaluasi yang dilakukan Kementrian sosial terhadap data terpadu PBI Jamkes memutuskan tidak adanya penambahan jumlah orang miskin yang terdaftar karena kurangnya anggaran (health.liputan6.com, 23 Juli 2014)
5)Masih ada sekitar 10 juta warga miskin di Jawa Timur yang belum terdaftar sebagai peserta PBI Jaminan Kesehatan (tempo.co, 16 Juli 2014)
6)Program Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur belum diintegrasikan sepenuhnya ke dalam program jaminan kesehatan BPJS Kesehatan (tempo.co, 16 Juli 2014)
7)Seorang warga miskin yang lumpuh dan bisu di Lamongan belum terdaftar sebagai peserta program Jamkes BPJS Kesehatan (news.metrotvnews.com, 6 Maret 2014)
8)Data masyarakat miskin kabupaten Mesuji yang masuk dalam daftar PBI jaminan Kesehatan belum diterima oleh BPJS cabang Metro, Lampung (lampungtoday.com, 13 Juni 2014)
9)Sekitar 5.000 warga miskin di kita Cilegon tidak dapar terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional karena tidak mempunyai e-KTP (beritacilegon.com/27 Juli 2014)
10)Mensos mengungkapkan warga miskin yang belum terdaftar dapat melapor kepada RT, RW, atau pemerintah desa -- Perangkat desa di Klaten tidak bisa memberikan penjelasan detail tentang Jaminan Kesehatan Nasional (Koran-sindo.com, 14 Januari 2014)
11)Sebanyak 19.103 kepala keluarga sangat miskin yang masuk dalam Program Keluarga Harapan (PKH) di Subang, Jawa Barat, belum terdaftar dalam Jaminan Kesehatan Nasional (tempo.co, 6 Februari 2014)
12)Pemkot Cimahi sepakat menunda kerja samanya dengan BPJS Kesehatan hingga 2015 akibat data rumah tangga sasaran (RTS) dianggap belum valid (bandung.bisnis.com, 3 April 2014)
13)Pemkot Jambi sedang mendata dan memvalidasi 41.000 warga miskin yang belum terdaftar program Jaminan Kesehatan Nasional (metrojambi.com, 10 Desember 2013)
14)Sekitar 95.000 warga miskin di Batam telah didaftarkan menjadi peserta BPJS oleh Pemkot Batam (batam.bisnis.com, 19 Juli 2014)
15)Pemerintah kotaBandung menganggarkan sepuluh miliyar Rupiah untuk warga miskin baru yang belum terdaftar sebagai PBI Jaminan Kesehatan (tedyrusmawan.com, Maret 2014)
Selain beberapa berita yang telah dikumpulkan, ada pula pengalaman pribadi yang disampaikan secara khusus oleh seorang narasumber. Narasumber tersebut berusaha mendaftarkan seorang saudaranya sebut saja Ruth untuk menjadi penerima bantuan iuran jaminan kesehatan. Sebut saja narasumber tersebut bernama Yuri. Ruth telah kehilangan kedua orangtuanya, sehingga kesehariannya hanya hidup mengandalkan bantuan sanak keluarganya. Karena itu, pastilah ruth merupakan orang yang tidak mampu. Ruth bertempat tinggal di sekitar kota medan, namun wilayahnya termasuk dalam kabupaten DS. Sesuai aturan, maka seharusnya pemerintah kabupaten DS yang mendaftarkan Ruth sebagai PBI JKN. Pada kenyatannya, Ruth belum terdaftar sebagai peserta kaminan kesehatan sampai petengahan 2014. Hal ini dikarenakan Ruth belum menerima identitas peserta JKN sebagai indikator seseorang telah terdaftar sebagai peserta JKN (sesuai Pasal 12 ayat 1 Perpres No. 12 tahun 2013). Yuri, sebagai masyarakat awam, berinisiatif untuk membantu Ruth untuk memperoleh jaminan kesehatan dan membantu pemerintah untuk memenuhi kewajibannya dalam menjamin terpenuhinya kesehatan yang layak bagi seluruh masyarakat. Yuri kemudian mencoba menghubungi dinas kesehatan propinsi di medan karena jaraknya yang lebih dekat daripada dinas kesehatan kabupaten. Sayangnya, dinas kesehatan propinsi menolak dan meminta agar yuri pergi ke dinas kesehatan kabupaten karena bagi mereka itu merupakan tanggung jawab dinas kesehatan kabupaten. Akhirnya, yuri dan ruth pergi ke dinas kesehatan kabupaten DS. Saat tiba disana, mereka segera diantarkan ke bagian yang mengurus jaminan kesehatan. Namun, peagwai dinas kesehatan bersikeras bahwa mereka tidak tahu menahu tentang PBI jaminan kesehatan. Setelah yuri menghubungi petugas BPJS, petugas BPJS pun tiba-tiba berubah dimana seharusnya yang mengurus jaminan kesehatan untuk masyarakat kurang mampu adalah dinas sosial. Kemudian dilanjutkan pergi ke dinas sosial kabupaten. Sesampainya di sana, mereka bertemu dengan pegawai dinas sosial. Pegawai tersebut justru mempermlukan dirinya sendiri. Beliau menyatakan bahwa dinas sosial tidak lagi bertanggung jawab terhadap jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin semenjak berlakunya JKN. Mereka menganggap bahwa mereka hanya mengurus jaminan kesehatan daerah dan tidak berurusan dengan hal-hal yang berkaitan dengan JKN. Padahal, sesuai mekanisme pendaftaran PBI jaminan kesehatan, dinas sosial wajib mendaftarkan masyarakat kurang mampu di wilayahnya untuk menjadi anggota PBI jaminan kesehatan. Yuri kemudian menghubungi staf BPJS kesehtan kembali. Kali ini, staf BPJS keehatan hanya dapat diam seribu bahasa karena bingung dan meminta waktu untuk berbicara dengan atasannya. Yuri pun akhirnyamenyerah dan mendaftarkan ruth sebagai peserta JKN dengan iuran kelas III.
Kondisi diatas mungkin tidak hanya dialami yuri, namun juga banyak masyarakat di antero negeri ini. Program yang seharusnya menjadi harapan baru bagi masyarakat kurang mampu, justru sebaliknya tidak terasa dampaknya bagi mereka. Lalu, jika masih banyak masyarakat kurang mampu tidak menikmati fasilitas tersebut, kemanakah dana yang telah dialokasikan pemerintah untuk pembayaran premi bagi PBI JKN? Disini kembali terlihat buruknya koordinasi baik dalam pemerintah daerah itu sendiri maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam kasus Yuri, bukankah seharusnya departemen sosial telah mensosialisasikan peran dinas sosial daerah dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional? Banyak kemungkinan yang dapat terjadi, karena sistem desentralisasi (otonomi daerah) telah membuat daerah memiliki peran yang penting dalam penyelenggaraan pembangunan nasional, termasuk dalam bidang kesehatan.
SOLUSI PERBAIKAN KE DEPANNYA
- Pemerintah daerah harus bekerja sama dengan pemerintah pusat dengan mekanisme yang jelas dalam pendataan maupun pendaftaran PBI Jaminan Kesehatan. Hal ini penting agar proses yang terjadi di lapangan tidak ambigu dan banyak pihak terkait menghindar dan saling lempar tanggung jawab
- Jaminan kesehatan daerah harus dihapuskan dan diintegrasikan dengan jaminan kesehatan nasional. Hal ini dikarenakan sesuai peraturan perundangan seharusnya JKN bersifat wajib untuk seluruh masyarakat Indonesia. Dengan demikian, jaminan kesehatan daerah tidak lagi diperlukan. Pengadaan jamkesda saat adanya JKN justru cenderung pemborosan anggaran.
- Menyederhanakan mekanisme pendaftaran dan pendataan PBI JKN. Misalnya dengan membuat suatu tim khusus yang mengurus hal ini, dimana tim ini akan menjadi penggerak aktif untuk mendata, mengontrol dan mengurus hal-hal terkait PBI Jaminan kesehatan.
- Memberikan pelatihan dan sosialisasi kepada pegawai di instansi daerah. Hal ini dibutuhkan karena banyak sumber daya manusia di instansi daerah yang kompetensinya relatif rendah sehingga cenderung kebingugan dengan adanya sistem baru dengan mekanime yang sedikit rumit.
- Mempermudah persyaratan pendaftaran dan administrasi lainnya. Hal ini untuk mencegah adanya kesulitan pengurusan PBI jaminan kesehatan akibat tidak adanya KTP.
- Membuat suatu posko pengaduan masyarakat untuk permasalahan JKN. Hal ini ditujukan agar aspirasi masyarakat dapat ditampung dengan maksimal dan memudahkan proses pengawasan dan ecvaluasi pelaksanaan JKN.
- Memberikan sanksi bagi instansi yang tidak melaksanakan tanggung jawab sebagaiamana mestinya. Sanksi dapat berupa sanksi administratif atau bentuk lain. Tujuannya agar setiap instansi benar-benar disiplin melakukan kewajibannya.
- Memperbaharui data PBI JKN secara berkala. Saat ini pemerintah hanya menggunakan data peserta program perlindungan sosial 2011 sebagai peserta PBI JKN. Tentunya, selama keberjalanan tiga tahun ada banyak perubahan yang terjadi. Karena itu, seharusnya pemerintah melakukan pendataan kembali dari titik nol.
Mungkin bagi pemerintah atau pihak lain tidak ada kerugian yang ditanggung jika sistem PBI Jaminan Kesehatan penuh masalah, bahkan dimanfaatkan untuk kepentingan pihak tertentu. Yang terkena dampak kebanyakan adalah orang-orang yang tidak melek hukum dan tidak begitu paham dengan apa yang seharusnya terlaksana. Mereka mungkin dapat ditipu dengan mudah oleh pihak berkepentingan. Karena itu, peran serta masyarakat dari kalangan lain sangat penting untuk aktif melakukan pengawasan dan membantu pelaksanaan PBI Jaminan Kesehatan yang ideal dengan harapan Jaminan Kesehatan Nasional benar-benar merupakan solusi dari pemenuhan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia, mampu maupun tidak mampu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H