Lihat ke Halaman Asli

Standarisasi Masa Kini

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gimana sih ukuran cantik atau tampan? Banyak yang berbual kalau cantik/tampan itu katanya relatif, subjektif, bagaimana kita memandang. Tapi nyatanya, cantik dalam ukuran kita (manusia Indonesia masa kini) mengidentikan cantik dengan tinggi, langsing, rambut panjang dan berkulit putih. Maka dari itu wanita Indonesia sekarang ini kebanyakan berlomba-lomba membeli, memakai pewarna kulit untuk menunjang penampilanya agar terlihat cantik. Tak pelak pewarna kulit tersebut menyebabkan paradoksnya antara warna kulit wajah dan kulit leher (baca: Zebara) . Bahkan, laki-laki berotot sixpact tak ingin kalah dengan kaum hawa, dengan memakai cream malam atau cream pagi.

Kita harus sadar, manusia indonesia diciptakan mungkin oleh Allah dari saripati tanah liat yang berwarna sawo matang, coklat. Syukuri lah itu, karena diluar sana para bule ingin berkulit seperti kita, dan wanita Indonesia dengan apa adanya disenangi oleh pria barat, timur, selatan dan utara belahan dunia. Wanita indonesia cantik apa adanya, dengan kulit sawo matangnya, mata hitamnya, dan ramah tamahnya. Begitu pula dengan laki-lakinya, please atulah jangan memakai pewarna kulit untuk kalian wahai anak-cucu adam (pria), cukup dengan sabun muka dan berwudhu.

Di atas hanya satu contoh standarisasi kesempuranaan dalam kehidupan sehari-hari. Masih banyak patokan-patokan yang sebenarnya “bias” menjadi model yang seperti itulah yang ideal. Bagi kehidupan mahasiswa tugas menjadi sesuatu yang inhern (baca: menyatu) dalam dirinya, seakan menjadi darah daging tugas selalu ada, ada, dan ada. Dalam mengerjakan tugas pula, para calon sarjana ini kadang tak PEDE dengan tugas yang dikerjakannya, sering nanya ini dan itu yang sebenarnya tugas itu sederhana, hanya kita yang selalu merumitkanya. Karena standarisasi tugas yang ingin selalu benar, mahasiswa sering merepotkan dirinya sendiri. Sadarlah, tugas itu cukup untuk dikerjakan jangan untuk direpotkan, bagaimana nanti kata dosen itu urusan lain. tugas itu untuk apa sih? Kata seorang senior (mang adun) tugas itu adalah bentuk tanggung jawab kita sebagai mahasiswa, benar. Dengan kita mengerjakannya saja itu bentuk tanggung jawab, kerjakan dengan serius jangan merumitkanya, percayakanlah diri untuk mengerjakan tugasmu!

Kaya, identik dengan banyak uang, rumah mewah dan mobil bagus. Standarisasi masa kini. Kaya jauh lebih dalam, bukan tentang itu. Kaya adalah ihwal kesenangan batiniah, rasa syukur yang tak terhingga pada yang Maha Kuasa. Banyak kawan, berkarya, hubungan yang harmonis, produktif itu adalah kaya, menyenangkan batiniah. Rasa syukur pada Tuhan pun menjadi kaya yang paling hakiki, apa pun yang kau punya syukuri, meski motormu hanya Honda Revo tahun 2010 tapi mempunyai manfaat dengan mengantarmu kuliah dan pulang kampung tiap minggunya itu menjadi berkah dan syukur tak terhingga. Oh terimakasih Tuhan dengan apa yang kau beri. Damn! Itulah bahagia, bukan kaitannya dengan materi yang semu, bias, dan fana.

Masuk kehubungan lebih “intim” ketika dua insan saling direnggut rasanya oleh asmara. Satu dan yang lainya tertarik mereka punya alasan tentang ketertarikanya pada pasangan. Ada yang karena dia ganteng, kaya, pintar, dan lain sebagainya. Lagi, semua hal itu relatif tidak bisa absolut, mutlak. Manusia indonesia lagi dan lagi mempunyai standarisasi akan hal ini, tentang hubungan dan siapa yang pantas menjadi pasanganya. Sah-sah saja mengenai hal ini, tapi mari yuk kita renungkan kita pahami bahwa cinta itu adalah sakral, suci, rasa yang benar-benar spesial yang Tuhan ciptakan. Persetan dengan semua standar yang kita punya tentang siapa yang harus pas dengan kita. Tapi satu hal yang penting bahwa pasangan kita harus bisa berusaha, atau sama-sama berusaha. Setelah itu pasangan kita harus mau menghargai, saat berada di titik ini rasa nyaman dan lain sebagainya pasti akan linier seiring seirama dengan rasa yang terus tumbuh. Maksudnya menghargai adalah kita menghargai apa yang dia lakukan, menghargai perjuanganya, menghargai rasanya kepada kita dengan begitu kita bisa mengerti pasangan kita. Jauh lebih dalam, tolong hargai rasa yang Allah ciptakan ini, jangan pernah kau sia-siakan, apalagi dikhianati karena nafsu semu tuk mencari yang lebih, lebih, lebih sesuai dengan apa yang kau mau. Jangan mau dininabobokan oleh standarisasi, bangun lah! Ini bukan negeri dongeng atau film romansa yang biasa kita tonton dengan ending bercumbu bahagia. Karma itu tidak ada, tapi ingat, Tuhan maha adil. Terimakasih Tuhan, maka nikmat Tuhan-mu manakah yang kau dustakan?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline