Lihat ke Halaman Asli

INS Saputra

Profesional IT, praktisi, pengamat.

Polemik Syarat Usia dalam PPDB 2020

Diperbarui: 3 Juli 2020   08:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tangkapan layar info PPDB 2020 dari Ditjen GTK Kemdikbud (Kompas.com)

Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dari tahun ke tahun selalu menuai kontroversi. Penerimaan peserta didik baru yang hanya menggunakan kriteria prestasi/nilai akademik (rapor, UN, USBN, dll.) dianggap kurang tepat karena akan semakin menimbulkan kesenjangan antar sekolah. Akan ada label sekolah negeri favorit dan non favorit. Sekolah favorit dengan fasilitas lebih lengkap dan tenaga pendidik lebih baik dari sekolah lainnya akan menimbulkan kecemburuan sosial bagi peserta didik yang kemampuan prestasinya tidak terlalu bagus. Belum lagi adanya kecurangan-kecurangan pada sekolah asal yang dengan segala cara berusaha agar peserta didiknya dapat diterima di sekolah favorit. Karena alasan ini maka penerimaan peserta didik baru tidak lagi mutlak menggunakan nilai/prestasi akademik. Jalur prestasi akademik masih tetap ada, namun porsinya dikurangi hingga 25%-30%. Sisanya menggunakan jalur zonasi, jalur afirmasi, prestasi non akademik, perpindahan orang tua/wali, dll.
Regulasi yang menjadi acuan pemerintah daerah dalam menetapkan petunjuk teknis (juknis) PPDB adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2019 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.
Dalam Pasal 11 Permendikbud ini diatur tentang jalur pendaftaran PPDB, sbb.:
(1) Pendaftaran PPDB dilaksanakan melalui jalur sebagai berikut:
a. zonasi;
b. afirmasi;
c. perpindahan tugas orang tua/wali; dan/atau
d. prestasi.
(2) Jalur zonasi sebagaimana dimaksud dengan ayat (1) huruf a paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari daya tampung Sekolah.
(3) Jalur afirmasi sebagaimana dimaksud dengan ayat (1) huruf b paling sedikit 15% (lima belas persen) dari daya tampung Sekolah.
(4) Jalur perpindahan tugas orang tua/wali sebagaimana dimaksud dengan ayat (1) huruf c paling banyak 5% (lima persen) dari daya tampung Sekolah.
(5) Dalam hal masih terdapat sisa kuota dari pelaksanaan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pemerintah Daerah dapat membuka jalur prestasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d.

Khusus untuk jalur zonasi, pemerintah daerah dalam hal ini kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonominya memiliki kewenangan dalam hal penetapan wilayah zonasi sebagaimana tertera dalam Pasal 16 Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, sebagai berikut:
(1) Penetapan wilayah zonasi dilakukan pada setiap jenjang oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, dengan prinsip mendekatkan domisili peserta didik dengan Sekolah.

Kembali kepada pokok permasalahan terkait syarat usia, Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 juga mengatur tentang syarat usia sebagai syarat tambahan jika jarak tempat tinggal calon peserta didik sama. Syarat usia untuk jenjang SMP dan SMA tertulis pada pasal 25, sbb.:
(1) Seleksi calon peserta didik baru kelas 7 (tujuh) SMP dan kelas 10 (sepuluh) SMA dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke Sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan.
(2) Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.

Implementasi Jalur Zonasi
Karena diberikan kewenangan dalam hal penetapan wilayah zonasi, maka tiap-tiap pemerintah daerah memiliki kebijakan masing-masing terkait zonasi ini. Ada yang menggunakan jarak domisili calon peserta didik ke sekolah berbasis teknologi informasi/geolokasi (seperti PPDB di Jabar dan beberapa wilayah lain di Jawa), ada yang menggunakan zonasi berbasis kelurahan dan irisan kelurahan (seperti PPDB di DKI Jakarta) dan ada yang menggunakan skor atau ring zonasi berdasarkan kelurahan terdekat dengan sekolah.

Pemerintah provinsi DKI Jakarta melalui Kepala Dinas Pendidikan Provinsi telah mengeluarkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 501 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021 yang merupakan turunan atau penjabaran dari Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, yang pada Bagian D (Proses Seleksi) mengatur tentang 5 jalur PPDB, salah satunya adalah jalur zonasi, dimana pada jalur zonasi ini diatur tentang syarat usia sebagai variabel seleksi, sebagai berikut:

Dalam hal jumlah Calon Peserta Didik Baru yang mendaftar dalam zonasi melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi berdasarkan:
- usia tertua ke usia termuda;
- urutan pilihan sekolah; dan
- waktu mendaftar.

Khusus untuk jalur zonasi ini, pemerintah provinsi DKI Jakarta melalui Kepala Dinas Pendidikan Provinsi juga telah mengeluarkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 506 Tahun 2020 Tentang Penetapan Zonasi Sekolah Untuk Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021 yang mengatur daftar sekolah yang dapat dipilih dalam zonasi penerimaan peserta didik baru.
Sesuai namanya jalur zonasi, maka seleksi dilakukan berdasarkan zona/wilayah yang berbasis pada kelurahan dan irisan kelurahan. Artinya, calon peserta didik hanya boleh mendaftar pada sekolah-sekolah tertentu berdasarkan kelurahan tempat tinggalnya.
Contoh untuk PPDB SMA DKI Jakarta:
Calon peserta didik SMA yang tinggal di kelurahan Cideng, kecamatan Gambir, Jakarta Pusat sesuai Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Nomor 506 Tahun 2020 tentang penetapan zonasi, hanya boleh memilih SMA-SMA sebagai berikut:
- SMA Negeri 1 Jakarta
- SMA Negeri 2 Jakarta
- SMA Negeri 4 Jakarta
- SMA Negeri 7 Jakarta
- SMA Negeri 10 Jakarta
- SMA Negeri 20 Jakarta
- SMA Negeri 23 Jakarta
- SMA Negeri 25 Jakarta
- SMA Negeri 35 Jakarta
Ini artinya bahwa calon peserta didik telah dibatasi syarat awal pemilihan sekolah berdasarkan wilayah zonasi atau kelurahan tempat tinggalnya.
Karena tidak menggunakan jarak domisili calon peserta didik ke sekolah, melainkan menggunakan zonasi berbasis kelurahan dan irisan kelurahan, maka jalur zonasi PPDB DKI seolah-olah langsung menggunakan kriteria usia sebagai kriteria utama/pertama. Hal ini sedikit berbeda dengan PPDB Jabar, misalnya. Berdasarkan Pergub Jabar No.31 Tahun 2020 tentang Pedoman Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa, untuk jalur zonasi tetap mensyaratkan calon peserta didik untuk memilih sekolah sesuai zonasinya (zona A, B, C, dst.) namun seleksi berikutnya menggunakan jarak domisili calon peserta didik ke sekolah menggunakan sistem teknologi informasi/geolokasi dan jika jarak tempat tinggal calon peserta didik sama, maka yang diprioritaskan adalah calon peserta didik yang berusia lebih tua sebagaimana diatur pada pasal 20 Pergub Jabar No. 31 Tahun 2020 ini:
(1) Seleksi calon Peserta Didik baru kelas 10 (sepuluh) SMA jalur zonasi dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam Zona sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6).
(2) Jarak tempat tinggal terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung berdasarkan jarak dari domisili calon Peserta Didik menuju ke sekolah dengan menggunakan sistem teknologi informasi.
(3) Jika jarak tempat tinggal sebagaimana pada ayat (2) sama, maka yang diprioritaskan adalah calon peserta didik yang berusia lebih tua.
Artinya, PPDB SMA di luar DKI, khususnya di Jabar juga menerapkan syarat usia sebagai salah satu variabel untuk penerimaan jalur zonasi. Hanya saja karena menggunakan variabel jarak tempat tinggal calon peserta didik ke sekolah dengan bantuan teknologi informasi/geolokasi berbasis koordinat tempat tinggal calon peserta didik yang angkanya sangat bervariatif (meskipun menggunakan range jarak), syarat usia dalam PPDB Jabar menjadi tidak dominan. Ini berbeda dengan PPDB di DKI Jakarta yang tidak menggunakan jarak tempat tinggal melainkan zonasi berbasis kelurahan dan irisan kelurahan. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Provinsi  DKI Jakarta, penetapan zonasi berbasis kelurahan dan irisan kelurahan dilakukan dengan mempertimbangkan keunikan demografi kota Jakarta. Keunikan demografi itu, antara lain tingkat kepadatan penduduk yang tidak sama tiap kelurahan, bentuk hunian vertikal yang banyak di Jakarta, sebaran sekolah yang tidak sama di setiap kelurahan, daya tampung sekolah yang tidak sama di tiap sekolah dan jumlah sekolah asal serta banyaknya pilihan moda transportasi bagi anak sekolah.
Keputusan inilah yang kemudian menuai protes dari orang tua murid karena PPDB DKI Jakarta dianggap hanya mempertimbangkan usia.

Permasalahan Usia
Penggunaan syarat usia sebenarnya merupakan penjabaran dari Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 pasal 25 ayat (2) sebagaimana dituliskan di atas. Artinya jika ingin meniadakan syarat usia dalam PPDB Provinsi atau Kabupaten/Kota maka rujukannya (Permendikbud) yang harus diubah. Salah satu pertimbangan usia sebagai salah satu variabel penentu karena usia dianggap sebagai variabel yang netral yang tidak dapat diintervensi dan diperoleh sejak lahir berdasarkan akta kelahiran yang sah.
Adakah variabel lain yang bisa digunakan?
Di DKI Jakarta, untuk jalur zonasi setelah usia, variabel lain yang digunakan adalah urutan pilihan sekolah (pilihan nomor 1 lebih diprioritaskan) dan waktu mendaftar (lebih awal lebih diprioritaskan).
Jika dapat diverifikasi, dari pada menggunakan syarat usia calon peserta didik, lebih baik menggunakan syarat lamanya calon peserta didik tinggal di alamat sesuai KK (Kartu Keluarga) yang berada dalam zonanya. Calon peserta didik yang sejak kelahirannya tinggal di alamat sesuai KK akan lebih diprioritaskan. Sekali lagi kendalanya adalah butuh verifikasi dan validasi. Pada nomor KK sebenarnya tercantum kapan dibuatnya KK namun ini tidak dapat merepresentasikan secara langsung kapan calon peserta didik tinggal di alamat sesuai KK tersebut.
Waktu pendaftaran juga bisa dijadikan sebagai variabel utama sebelum usia, namun jika waktu mendaftar dijadikan variabel utama maka calon peserta didik akan berlomba-lomba mendaftar secara online pada saat pendaftaran dibuka yang dapat menyebabkan sistem menjadi sibuk, slow response dan bahkan down. Ini tentu akan mengganggu proses pendaftaran online calon peserta didik.

Solusi Syarat Usia
Meskipun syarat usia ini banyak ditentang oleh berbagai pihak, namun sepertinya pilihan syarat lainnya yang ada cukup sulit untuk diimplementasikan. Jika menggunakan nilai akademik dalam hal jarak atau wilayah zonasi sama, maka akan ada duplikasi karena prestasi akademik sudah ada jalurnya sendiri.
Menurut penulis, syarat usia masih bisa dipertahankan di Permendikbud maupun turunannya. Yang menjadi masalah adalah perlakuan terhadap syarat usia ini. Jika yang diprioritaskan adalah yang usianya lebih tua, maka calon peserta didik yang usianya lebih muda akan protes karena merasa tidak adil. Sebaliknya jika yang diprioritaskan yang usianya lebih muda, tentu saja calon peserta didik yang usianya lebih tua lebih protes lagi karena kesempatannya sudah tidak ada lagi.
Lalu bagaimana solusinya?
Let's think out of the box. Pernahkah kita berpikir bahwa jika sekelompok usia digabungkan maka akan diperoleh rata-rata usia. Kita bisa saja memprioritaskan berdasarkan rata-rata usia. Semakin mendekati rata-rata usia semakin diprioritaskan. Dalam hal ini, yang akan tereliminasi nanti adalah yang usianya cenderung ekstrem, sangat tua atau sangat muda. Menurut penulis ini lebih fair karena berdasarkan distribusi normal, kelompok rata-rata (tengah) selalu akan lebih banyak dibandingkan ekstrem bawah maupun atas.

Sulitkah memprioritaskan berdasarkan rata-rata usia?
Sangat mudah, seperti ilustrasi tabel berikut:
Tabel 1 Daftar Calon Peserta Didik SMA, Usia, Rata-Rata Usia, dan Absolut Rata-Rata Usia Dikurang Usia

ins-rerata1-5efafba6d541df71016a17c2.png

Seluruh calon peserta didik yang sudah mendaftar dicatat usianya oleh sistem dan kemudian dirata-ratakan. Rata-rata ini selalu berubah (dinamis) sesuai usia calon peserta didik yang baru mendaftar. Rata-rata usia ini kemudian dikurangkan dengan usia masing-masing calon peserta didik dan diabsolutkan (nilai negatif dibuat positif). Selanjutnya calon peserta didik diurutkan dari kecil ke besar berdasarkan nilai absolut rata-rata usia dikurang usia, seperti Tabel 2 berikut:
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline