Desa wisata, siapa yang tidak suka? Semua orang pasti senang dengan desa wisata. Dalam sebutan ini tersimpan harapan dan gambaran besar tentang kemajuan, globalitas, dan perubahan | Ino Sigaze.
Penduduk asli yang mendiami wilayah tanah ulayat punya kerinduan besar untuk melihat dan merasakan seperti apa desa wisata itu sendiri. Meskipun demikian, membangun desa wisata bukan hanya soal mengurus administrasi dan dokumen.
Melengkapi segala tuntutan administrasi mungkin bisa dilakukan dalam seminggu, tetapi membangun desa wisata dalam arti yang sebenarnya membutuhkan waktu. Mengapa persiapan desa wisata itu memerlukan waktu panjang? Berikut beberapa alasannya:
1. Desa Wisata adalah Soal Mentalitas
Ketika kami berbicara tentang desa wisata pada 22 Mei 2024 lalu di kampung Worowitu, Ende, Flores, NTT, kesadaran pertama yang muncul adalah bagaimana mungkin membangun desa wisata tanpa mentalitas masyarakat yang mendukungnya?
Pada waktu itu saya menerima tamu, seorang teman dari Jerman dan empat orang lainnya dari Jakarta dan Bali.
Malam pertama adalah malam pergulatan bagi saya karena saya memandu pertemuan lima orang itu dengan masyarakat setempat. Kami membuka forum diskusi bebas dan ingin tahu konsep masyarakat tentang desa wisata.
Secara umum, masyarakat mengerti desa wisata sebagai tempat yang dikunjungi orang lain untuk melihat keindahan alam di sekitar mereka.
Gambaran mereka jauh dari yang dipikirkan banyak orang, terutama mereka yang sudah lama terjun ke dunia wisata. Teman saya yang lama tinggal di Bali mengatakan bahwa desa wisata perlu dipersiapkan dengan baik, terutama mental masyarakat.