Seperti pecahan batu yang berwarna indah, luka-luka dalam hidup kita adalah bagian dari seni alam, yang mengajarkan kita untuk menerima setiap fragmen kehidupan dengan penuh syukur. | Ino Sigaze.
Siang itu gelombang laut tampak tenang dengan riak ombak yang silih berganti, berpantun di pesisir pantai La Paga.
Hening dan syahdu terasa di antara barisan batu berwarna.
Dalam himpitan perpaduan suara syahdu itu, saya mencoba membangunkan imajinasi untuk menulis sesi kedua dari keindahan pantai La Paga.
Pesona yang ditonjolkan pada sesi ini tidak lagi tentang lumut hijau cerah yang merona dan menggoda mata, tetapi lebih pada ceceran cadas dan hempasan batu berwarna dengan hiasan lapisan yang berbeda warna.
Kucoba mengambil gambar dari arah menuju lumut hijau. Terlihat di sana ada pecahan dinding tebing yang penuh warna.
Kontemplasi Alam
Sejenak berkontemplasi di tempat itu, saya menemukan bahwa realita dari pecahan batu dan dinding yang seperti tercabik itu menunjukkan pesona keindahan yang istimewa.
Dari pemandangan itu terlihat ada gagasan tentang perspektif menerima kenyataan. Kenyataan yang bertentangan dengan kebiasaan manusia umumnya adalah bahwa orang hanya mudah menerima keutuhan tanpa ada luka tercabik dan pecahan.
Nah, dari dinding pesisir pantai La Paga disuguhkan satu perspektif yang berbeda.
Di sana orang bisa belajar menerima (annehmen) kenyataan hidup yang berbeda, bahkan termasuk di dalamnya luka. Luka, retakan, pecah, terhempas, terdampar ternyata dalam kondisi natural punya keindahan yang menanti multi tafsir mata manusia.