Lihat ke Halaman Asli

Inosensius I. Sigaze

TERVERIFIKASI

Membaca dunia dan berbagi

Menganalisis 3 Alasan Terjadinya Perundungan dalam Dunia Kedokteran

Diperbarui: 18 April 2024   18:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menganalisis 3 alasan terjadinya perundungan dalam dunia kedokteran | Gambar diambil dari: yoursay.suara.com

Analisis tentang perundungan (Bullying) bisa menjadi rujukan untuk refleksi tentang penghayatan nilai-nilai kemanusiaan dalam dunia kedokteran | Ino Sigaze

Sorotan terhadap persoalan sosial akan semakin menarik karena masalah tersebut bersentuhan dengan kehidupan dan profesi tertentu yang memiliki landasan moral dan etika yang kokoh.

Kedokteran tentu saja merupakan profesi yang dikagumi dan mengagumkan di tengah masyarakat. Profesi kedokteran bisa saja dikategorikan sebagai jenis profesi bergengsi.

Tidak semua orang dengan latar belakang tertentu dapat meraih studi kedokteran dan karena itu tidak mengherankan jika profesi ini memiliki bayaran jasa yang sangat menggiurkan apalagi dokter spesialis.

Bukan hanya masalah bayaran jasa mereka, tetapi juga bahwa jasa kerja mereka sesungguhnya tidak dapat dinilai dengan uang karena berkaitan dengan keselamatan manusia.

Oleh karena itu, jenjang pendidikan dan tingkat kesulitan pendidikan kedokteran sebenarnya telah mempersiapkan seseorang untuk mencapai kematangan emosional, intelektual, dan hati yang dapat diandalkan.

Meskipun demikian, kenyataan yang mengagumkan itu menjadi kontroversial yang tidak habis dipikirkan karena munculnya kenyataan perundungan dalam lembaga pendidikan kedokteran.

Pertanyaannya adalah mengapa bisa terjadi perundungan di sekolah kedokteran? Beberapa alasan yang sangat mungkin menjadi penyebab terjadinya perundungan adalah:

1. Tekanan Tuntutan Akademik dan Persaingan

Perundungan bisa terjadi karena alasan tekanan tuntutan akademik dan disertai dengan persaingan. Tuntutan akademik yang tinggi dengan janji yang sangat menggiurkan bagi siapa pun yang meraihnya, tentu saja menjadi pemicu rasa dan emosi.

Tanpa disadari, mahasiswa kedokteran terjebak dalam arus perspektif bahwa mereka hidup dalam satu gelanggang pertandingan dengan logika semu yang dangkal.

Siapa yang kuat, maka dia akan menang; jika dia cepat dan cerdas, maka dia akan meraih yang terbaik. Bahkan bisa saja orang berpikir bagaimana caranya untuk menghambat perkembangan orang lain agar dirinya menjadi yang terbaik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline