Kejernihan melihat dan menilai dinamika konflik jalur Gaza akan menolong kita dalam menata hidup bersama di tengah perbedaan | Ino Sigaze
Konflik di Jalur Gaza sering menjadi perbincangan di dunia internasional. Konflik antara Israel dan Palestina tidak pernah terselesaikan sejak beberapa dekade yang lalu, menjadikannya topik hangat dalam diskusi global.
Persoalan ini semakin kompleks dengan kehadiran Hamas sebagai partai penguasa di Palestina.
Namun, kehadiran Hamas tidak berhasil meredam konflik; sebaliknya, suasana di Jalur Gaza semakin memanas.
Sejak 7 Oktober 2023, aksi saling serang antara Israel dan Hamas terus berganti, dengan dampak serius yang melibatkan ribuan korban sipil.
Kabar terdengar bahwa Israel semakin keras dalam memberantas Hamas yang dianggap kejam dan radikal.
Kompleksitas konflik di Jalur Gaza semakin bertambah parah karena serangan-serangan Israel juga merenggut nyawa warga sipil Palestina.
Sebagai tanggapan, aksi solidaritas dan bela kemanusiaan mengalir, bahkan Presiden Jokowi turut mengutuk keras agresi tentara Israel ke Palestina.
Namun, tulisan ini ingin menegaskan beberapa hal yang mungkin simpang siur di kalangan rakyat Indonesia, terutama menjelang Pemilu 2024.
Penting diingat, konflik di Jalur Gaza bukanlah perang agama, melainkan perang melawan fundamentalisme.
Perlu ditegaskan bahwa konflik yang berulang di Jalur Gaza bukanlah perang agama, bukan pula perang antara Kristen dan Islam.
Saat ini, yang terjadi adalah perang Israel melawan Hamas yang dianggapnya sebagai kelompok radikal yang tidak berperikemanusiaan.