Lihat ke Halaman Asli

Inosensius I. Sigaze

TERVERIFIKASI

Membaca dunia dan berbagi

Ada 4 Alasan terkait Larangan Thrifting

Diperbarui: 22 Maret 2023   17:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Situasi pusat pakaian bekas impor (thrifting) di lantai 2 Pasar Senen Blok III, Jakarta Pusat, Selasa (21/3/2023).| ANTARA/Mentari Dwi Gayati

Hitunglah konsekuensi dari kebijakan larangan thrifting, apakah menguntungkan secara ekonomi negeri ini atau sebaliknya?

Tidak bisa dibayangkan ternyata minat seseorang mencari dan berbelanja barang bekas semakin tinggi, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. 

Thrifting telah menjadi tren umum yang dari waktu ke waktu tidak pernah berkurang peminatnya. Keseruan thrifting ini lebih-lebih terkait dengan jenis pakaian.

Fenomena itu bukan saja menarik untuk orang-orang di kota besar, tapi juga minat yang sama sampai ke desa-desa. 

Bayangan saya tentang Flores sebagai yang paling jauh dari jangkauan kota besar, tapi ternyata mengenal juga dunia pakaian "rombengan".

Rombengan atau RB dikenal di kalangan masyarakat di Flores. Ada jenis rombengan yang di jual di pasar, di pinggir jalan, di rumah-rumah.

Cukup sering ditemukan penjual rombengan yang menggunakan sepeda motor sampai ke pedalaman Flores. Ini suatu kenyataan bahwa thrifting diminati hampir merata di seluruh Indonesia. 

Nah, kalau diminati oleh begitu banyak orang, maka pertanyaannya: Apakah mungkin ada larangan impor barang-barang bekas, khususnya pakaian bekas?

Ada beberapa pertimbangan dan analisis terkait dengan larangan impor:

Larangan dari pihak pemerintah tentu punya alasan positif

Ada dua alasan:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline