Hitunglah konsekuensi dari kebijakan larangan thrifting, apakah menguntungkan secara ekonomi negeri ini atau sebaliknya?
Tidak bisa dibayangkan ternyata minat seseorang mencari dan berbelanja barang bekas semakin tinggi, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri.
Thrifting telah menjadi tren umum yang dari waktu ke waktu tidak pernah berkurang peminatnya. Keseruan thrifting ini lebih-lebih terkait dengan jenis pakaian.
Fenomena itu bukan saja menarik untuk orang-orang di kota besar, tapi juga minat yang sama sampai ke desa-desa.
Bayangan saya tentang Flores sebagai yang paling jauh dari jangkauan kota besar, tapi ternyata mengenal juga dunia pakaian "rombengan".
Rombengan atau RB dikenal di kalangan masyarakat di Flores. Ada jenis rombengan yang di jual di pasar, di pinggir jalan, di rumah-rumah.
Cukup sering ditemukan penjual rombengan yang menggunakan sepeda motor sampai ke pedalaman Flores. Ini suatu kenyataan bahwa thrifting diminati hampir merata di seluruh Indonesia.
Nah, kalau diminati oleh begitu banyak orang, maka pertanyaannya: Apakah mungkin ada larangan impor barang-barang bekas, khususnya pakaian bekas?
Ada beberapa pertimbangan dan analisis terkait dengan larangan impor:
Larangan dari pihak pemerintah tentu punya alasan positif
Ada dua alasan: