Lihat ke Halaman Asli

Inosensius I. Sigaze

TERVERIFIKASI

Membaca dunia dan berbagi

Jeritan Beras Mahal Semakin Membahana dan 3 Motivasi Antisipasi Krisis

Diperbarui: 2 Maret 2023   04:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi beras di dalam mangkuk kayu.| Dok Shutterstock/Agri Food Supply via Kompas.com

Hembusan angin krisis perlahan-lahan mulai terasa sampai ke pelosok negeri ini. Narasi beras mahal semakin membahana, sementara itu motivasi untuk bangkitkan kesadaran masyarakat nyaris tidak terdengar. Tapi, satu hal yang harus diingat adalah bahwa orang jangan pernah terlambat mengambil langkah antisipasi krisis sejak dari sekarang ini | Ino Sigaze.

Di tengah isu-isu resesi tahun 2023 dengan angka-angka inflasi yang tidak stabil disertai dengan kondisi perang Rusia-Ukraina yang belum tampak sinyal perdamaian, terasa bahwa secara keseluruhan semua itu saling mempengaruhi termasuk dampaknya sampai ke Indonesia.

Kita tidak bisa menyangkal bahwa terpaan krisis ini semakin terasa hembusannya sampai ke pelosok Indonesia. Bagaimana tidak? Harga beras saat ini sudah mencapai 12.000 per kilogram.

Sebagian orang mengatakan beras dengan harga 12.000 per kilogram itu kualitasnya sangat memprihatinkan. Oleh karena kualitas yang berbeda dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sekurang-kurangnya kualitas standar, maka mau tidak mau beras dengan harga 15.000 per kilogram itu adalah pilihan tidak terelakan.

Apakah masyarakat bisa membelinya?

Bisa dan tidak itu sebenarnya sangat tergantung pada keadaan ekonomi mereka secara keseluruhan. Hal yang sangat memprihatinkan lagi bahwa sampai dengan saat ini perubahan cuaca semakin tidak menentu.

Dampak dari perubahan iklim yang tidak menentu itu tentu saja berpengaruh pada gagalnya hasil panen masyarakat. Apalagi sebagian besar masyarakat saat ini sangat tergantung pada hasil komoditi jangka panjang.

Liburan tahun lalu, sudah bisa saya saksikan sendiri. Di wilayah kabupaten Ende bagian barat, sebetulnya wilayah itu adalah penghasil kemiri.

Sayangnya yang terlihat cuma daun yang rimbun, sedangkan ketika berbunga, hujan datang, seakan kembali menggugurkan bunga-bunga harapan itu.

Ya, apa yang bisa diharapkan? Krisis sudah mulai terasa di Flores, NTT. Narasi tentang krisis ini bukan berarti seakan menakut-nakuti, tetapi suatu kenyataan yang perlu diantisipasi dari dini.

Oleh karena itu, pertanyaan yang penting sekarang adalah motivasi apa yang perlu diberikan kepada masyarakat supaya tidak benar-benar terpuruk oleh krisis global saat ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline