RUU PRT sebetulnya tidak hanya mengatur soal perlindungan PRT, tetapi juga soal siapa dan bagaimana konsekuensi sebagai PRT dan bagaimana peran PRT dalam keseharian itu secara adil dan merata | Ino Sigaze.
Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) tentu saja ditunggu pengesahannya, namun mengapa sampai 19 tahun toh belum juga ada tanda-tanda pengesahan?
Tentu saat ini merupakan momen yang tepat kalau RUU PRT itu diangkat kembali ke permukaan supaya dikaji dari berbagai sudut pandang.
Tulisan ini adalah salah satu sudut pandang analisis terkait kemungkinan penundaan itu dan kemungkinan perubahan definisi yang memberikan aksen baru terkait pekerja rumah tangga dan peran ibu rumah tangga.
Mengapa perlu ditunda dan aksen baru apa yang penting dilihat oleh pemerintah sebelum pengesahan UU PRT?
Berikut ini beberapa pertimbangannya:
Seperti apa pakar hukum memberikan definisi tentang pekerja rumah tangga
Umumnya yang terlihat di masyarakat kita bukan pekerja rumah tangga, tetapi pembantu rumah tangga.
Status sebagai pembantu rumah tangga (PeRT) itu dikenal di mana-mana. Tugas pembantu rumah tangga, belum didefinisikan secara jelas. Oleh karena itu, majikan merasa punya kebebasan untuk mengatur sesuka hatinya.
Sudah pasti status itu bukanlah status tinggi di masyarakat, mungkin cuma sedikit berbeda dengan zaman dulu yang terang benderang menyebutnya budak rumah tangga.
Anehnya lagi, sampai saat ini, yang namanya pembantu rumah tangga itu kebanyakan perempuan, meski ada juga laki-laki.