Dunia, manusia dan alam ini menyembunyikan lempengan rahasia kebaikan yang tidak habis-habisnya dibongkar satu persatu oleh manusia. | Ino Sigaze.
Berbicara dengan orang yang sedang berada di titik terendah, punya banyak pertanyaan tentang mengapa Tuhan memberikan penderitaan, meski ia sudah begitu banyak berkarya sesuai panggilan pelayanannya memang selalu cukup menegangkan.
Bahkan saya bisa mengatakan bahwa berjumpa dengan orang sakit memang kadang gampang-gampang sulit. Mengapa kadang gampang dan kadang sulit?
Ketenangan batin orang sakit tidak bisa dikendalikan dengan kata sabar, tenang dan pasrah
Berangkat dari pengalaman berbicara dengan orang-orang sakit baik itu di rumah sakit, di tempat kerja dan juga orang yang meminta bantuan sebagai teman bicara, terasa sekali bahwa kata "sabar, tenang, pasrah" bukan kata-kata yang cocok, yang seharusnya tidak dengan begitu enteng dikatakan.
Bagi orang sehat, mungkin cerita tentang pergulatan batin serius seseorang yang sedang sakit parah itu belum bisa menyatu seakan-akan menjadi bagian dari dirinya.
Pada titik itu, terkadang orang salah kaprah, ya saya juga pernah jatuh dalam kesalahan yang sama. Hadir sebagai pendengar tapi banyak bicara yang nyatanya cuma kata-kata kosong doang.
Namun, dalam perjalanan waktu setelah saya mengikuti beberapa kursus pendampingan orang sakit dan orang yang sedang sekarat, ternyata kata-kata "sabar, tenang, pasrah" itu bukan kata-kata yang harus diutamakan ketika berbicara dengan orang sakit.
Kekuatan dari ada bersama untuk mereka yang lain atau da zu sein
Kata yang penting sebenarnya bukan "sabar, tenang dan pasrah," tetapi ada untuk mereka dengan perhatian yang penuh, sambil mendengarkan cerita mereka; jika memungkinkan mempertajam cerita yang menjadi topik kesukaan, cita-cita dan yang penting menurutnya.
Dalam beberapa momen implementasi, saya coba menerapkan pendekatan itu pada seseorang yang benar-benar membutuhkan peneguhan.