Merdeka harus dipertahankan, prioritas cinta NKRI, Pancasila dan UUD 1945 tidak boleh dilupakan.
Apa kabar Indonesia? Tema "kurikulum merdeka" memang sangat menarik untuk dikritisi, didiskusikan dan ditelaah lebih jauh lagi secara terbuka oleh banyak mata, hati dan pikiran dari anak bangsa ini. Tentu semua penulis berangkat dari pengalaman sebagai generasi yang tidak mengalami pahit manisnya kurikulum merdeka.
Oleh karena itu, tulisan ini lebih merupakan satu alternatif perspektif dengan rujukan analisis adalah situasi bangsa secara umum sesuai dengan perkembangan-perkembangan terakhir saat ini. Kalau mau menyatakan setuju dengan kurikulum merdeka, ya belum ada buktinya, kalau tidak setuju juga sulit karena kita satu bangsa yang punya visi Indonesia Maju.
Umumnya kebanyakan orang percaya pada adagium keseharian ini, "Jika mau maju, orang perlu melakukan terobosan baru yang kreatif dan inovatif." Saya akhirnya berpikir bahwa jangan-jangan kurikulum merdeka ini adalah suatu terobosan baru dari menteri pendidikan kita.
Berangkat dari gagasan-gagasan antara mau berubah dan lebih maju lagi itulah, saya berusaha menyoroti analisis pribadi terkait di satu sisi kurikulum merdeka dan pada sisi lainnya terkait prioritas pendidikan bangsa ini dalam hubungan dengan isu-isu radikalisme.
Akar kata kurikulum
Kurikulum itu bukan kata bahasa Indonesia, tetapi kata adopsi dari kata bahasa Latin curriculum. Dalam bahasa latin, kata curriculum adalah kata benda dengan jenis kelaminnya netral. Sedangkan arti kata curriculum dalam bahasa Jerman berarti Lauf, Wettlauf yang berarti lari, balapan.
Berangkat dari arti kata curriculum, terlihat bahwa isi dari kurikulum itu sendiri semestinya adalah suatu dinamika dan konkurenz atau persaingan.
Jika Indonesia menggunakan kurikulum merdeka, maka sangat mungkin bahwa Indonesia dalam kesadaran untuk mengejar ketertinggalan atau Indonesia sedang bersaing, sedang balapan menjadi pemenang.
Bagi sebagian orang bisa saja merasa terganggu sekali dengan munculnya kurikulum merdeka, apa-apaan menteri baru ini, ubah-ubah kurikulum? Saya yakin Bapak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia, Nadiem Makarim mengerti sekali apa artinya kurikulum itu sendiri.
Logikanya, kalau seseorang mau menjadi pemenang dalam balapan motor, ia mesti tahu dulu bahwa sepeda motornya baru atau sepeda motor bekas hasil rongsokan zaman dulu.