Tatapan hening dari hati, itu sama kuatnya seperti sebuah rangkulan penuh kasih sayang.
Betapa besar letupan sukacita hati saya ketika tiba di puncak itu setelah 45 menit perjalanan dari kota Mainz. Sukacita hati saya berlimpah-limpah. Ya, sudah lama saya menunggu momen itu, di mana saya bisa sampai di puncak bukit yang diberi nama Jakobsberg.
Jakobsberg adalah suatu tempat yang hanya didiami oleh orang-orang biara Santo Benediktus. Tidak heran mereka itu dikenal di Jerman dengan nama Benediktiner.
Sebuah biara yang berdiri di di atas puncak gunung yang sangat luas dan juga lumayan tinggi dari permukaan sungai Rhein. Saya hadir sebagai peserta kursus spiritualitas untuk orang yang sakit, pendampingan orang sakit di ruang paliatif dan persiapan bagi orang-orang yang akan meninggal.
Kursus itu didampingi dua orang ahli yang sangat kompeten dalam bidang pendampingan orang sakit dan orang yang sedang menderita penyakit tertentu sampai pada situasi kritis. Peserta yang hadir berjumlah 9 orang. Dari sembilan orang itu, 8 orang Jerman dan saya seorang diri berasal dari Indonesia.
Suatu pengalaman pertama bisa hadir dalam suatu kursus dan pelatihan bersama orang Jerman yang sudah lama bekerja di bidang pendampingan sosial kemanusiaan. Basis tugas kami sembilan orang ternyata berbeda-beda.
Ada yang sudah lama menjadi pendamping di penjara, rumah sakit, rumah jompo, paliatif, hospiz, dan beberapa tempat pendampingan lainnya yang berkaitan dengan pelayanan kemanusiaan. Ada beberapa aspek penting yang bisa saya bagikan dari pengalaman 5 hari kursus itu.
1. Pilihan dan perhatian pada orang sakit
Saya merasakan sekali bahwa Jerman sangat memperhatikan kepentingan pelayanan bagi orang-orang sakit dan orang-orang yang berada di rumah jompo, penjara dan di rumah sakit dengan tingkat kesulitannya yang berbeda-beda.
Tenaga-tenaga yang dikenal secara umum dengan istilah pastoral care itu ada hampir di setiap kota, ya di mana saja ada rumah sakit dan rumah jompo pasti ada satu atau dua tenaga itu.