Lihat ke Halaman Asli

Inosensius I. Sigaze

TERVERIFIKASI

Membaca dunia dan berbagi

Kaju Keta, Ritual Adat Pembangunan Rumah Orang Flores dan Paradigma Hubungan Manusia dengan Alam

Diperbarui: 19 November 2021   23:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pohon Kayu dingin (Kaju Keta) | Dokumen pribadi oleh Ino

"Lingkungan alam harus dijaga dan dilestarikan, demikian juga makna dan pesan kehidupan darinya perlu didengungkan."

Konteks masyarakat adat di Flores umumnya memiliki aneka ritual adat. Salah satu ritual adat yang sangat penting adalah ritual adat pembangunan rumah tempat tinggal bagi masyarakat. 

Ritual adat itu begitu kental dalam kehidupan masyarakat Flores, bahkan pembangunan rumah-rumah ibadat terkadang dipadukan juga dengan ritual adat. Perpaduan itu karena dari sisi tujuan sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran agama tertentu.

Ritual yang terkait dengan pembangunan rumah sudah menjadi ritual tetap dalam setiap momen pembangunan rumah. Cerita tentang pembangunan rumah pada prinsipnya sudah langsung berurusan dengan adat.

Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan ritual adat pembangunan rumah. Ritual itu umumnya hampir sama dari setiap daerah di Flores. Meskipun demikian, dalam tulisan ini, saya lebih fokus pada ritual adat pembangunan rumah menurut adat Ende, Flores, NTT. 

Beberapa tahap penting yang diuraikan dalam tulisan ini, yakni:

1. Neka tana

Tahap pertama dalam ritual pembangunan rumah secara adat adalah Neka tana atau melukai tanah oleh tuan tanah Bagi sebagian orang yang hidupnya sangat kuat dipengaruhi adat, tahap neka tana merupakan tahap pembuka yang sangat penting. Tahap pembuka ini diyakini sebagai bentuk sapaan pada tanah yang dalam ungkapan adat disebut sebagai ine tana atau ibu tanah atau juga ibu bumi. 

Dari ungkapan adat itu terasa sekali bagaimana sikap budaya orang Flores umumnya dan secara khusus sikap budaya orang Ende pada tanah khususnya. Tanah dilihat sebagai sang ibu yang memberi kehidupan, ketenangan dan kenyamanan.

Keyakinan adat itulah yang membuka kemungkinan pemahaman positif terkait ritual adat neka tana atau melukai tanah. Melukai tanah tidak dimengerti sebagai satu bentuk kekerasan pada alam, tetapi sebagai ungkapan salam atau dalam tutur adat disebut sebagai sodho nosi atau penyampaian formal pada ibu tanah.

Ritual adat neka tana itu akhirnya membangkitkan harapan datangnya dukungan dari semua embu kajo atau nenek moyang yang sudah kembali ke tanah. Dukungan itu berkaitan langsung dengan harapan supaya dalam proses pengerjaannya akan berlangsung dengan baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline