Verifikasi dan centang biru bukan untuk suatu kesombongan, tetapi untuk suatu kualitas edukasi bagi seluruh pembaca atau masyarakat Indonesia. Bukan soal biru, tetapi soal tanggung jawab yang mesti selalu diperhitungkan.
Senin sore waktu Jerman dengan udara sedikit sejuk, saya terbangun dari istirahat siang sejenak setelah lelah menuntaskan beberapa persiapan baik itu untuk urusan di universitas, maupun urusan di tempat kerja.
Tepatnya 12 Juli 2021 saya mendapatkan pesan ini, "Selamat akun Anda telah diverifikasi." Wassss? Itu letupan keterkejutan spontan dalam kesendirian saya di kamar setelah bangun tidur.
Centang biru, pantaskah itu untuk saya? Saya akhirnya sejenak terdiam di depan komputer sambil terus memandang perubahan warna centang pada akun blog di Kompasiana.com.
Perlahan-lahan saya menyadari arti pesan "Selamat akun Anda telah diverifikasi." Verifikasi biru bagi saya tidak lagi sekedar hanya sebagai suatu perubahan warna, tetapi tentu ada arti dibalik itu semua.
Karena itu, secara khusus pada kesempatan ini saya ingin menuangkan sedikit gagasan tentang verifikasi biru. Ya harga dari sebuah verifikasi dan centang biru yang menggetarkan hati, karena merasa tidak lagi mudah berurusan dengan arti dari warna biru.
Ada beberapa arti dari verifikasi dengan centang biru:
1. Warna biru dalam ranah psikologi sebagai warna ketenangan
Warna ketenangan yang saya pahami dalam konteks tulis menulis adalah ketenangan berpikir dan mengungkapkan gagasan-gagasan. Ketenangan (Ruhe)dalam konteks itu tentu berhubungan dengan hal-hal lainnya seperti ketenangan membaca simbol sosial, ketenangan membaca dunia dengan segala dinamikanya.
Ketenangan itu tidak saya rasakan pada saat-saat awal menulis di Kompasiana pada 27 Januari 2021. Pengalaman telah membuktikan bahwa grogi ingin cepat tayang artikel yang ditulis, meski sama sekali tidak tahu apa perbedaan artikel yang dipilih dan tidak dipilih.