Jangan berhenti membaca, jika Anda ingin tahu pesan-pesan baru tentang kehidupan.
Cerita tentang Malin Kundang mungkin menjadi cerita favorit pada tahun 80-an. Sekurang-kurangnya dari pengalaman saya ketika itu, saya dan teman-teman lainnya Geng SD rebutan pinjam buku Malin Kundang.
Setelah mendengar ringkasan cerita guru saya di kelas pada jam "bersenan," istilah yang yang dipakai ketika itu untuk saat istirahat. Kami antrian di ruang perpustakaan untuk pinjam buku.
Buku terlaris yang jadi rebutan kami adalah buku Malin Kundang. Mengapa buku itu saya suka dan juga jadi rebutan teman-teman:
1. Gara-Gara Guru punya metode yang menarik
Untuk konsumsi anak-anak sebenarnya pada tingkat awal belajar membaca, tetap tidak mudah untuk bisa membaca banyak, apalagi sambil menyimak pesan-pesannya.
Membaca dan sekedar membaca itu lebih mudah bagi anak-anak, daripada membaca sambil menangkap pesannya. Itulah alasannya mengapa guru sungguh berperan dalam dunia pendidikan.
Guru bisa mengubah kebiasaan anak yang hanya membaca kepada membaca sambil menangkap pesannya. Tapi cara seperti itu, bukan cara pertama.
Cara pertama yang dilakukan guru saya pada waktu itu adalah membawa buku cerita itu ke kelas, lalu bercerita tentang isi buku itu dengan menarik.
Seperti apa cara yang menarik itu? Guru saya dulu mula-mula bercerita dengan bahasa yang sederhana, lalu menggunakan contoh-contoh yang nyata sehari-hari. Saya masih ingat, pernah kami sekelas menangis gara-gara guru bercerita tentang Malin Kundang.
Tangisan itu pecah karena kami merasa bahwa cerita itu begitu masuk ke dalam lubuk hati dan begitu nyata dengan situasi kehidupan. Kami menangis karena takut menjadi Malin Kundang.