Lihat ke Halaman Asli

Inosensius I. Sigaze

TERVERIFIKASI

Membaca dunia dan berbagi

Mengapa Petani Desa Rindu Menyambut Musim Panen?

Diperbarui: 26 Maret 2021   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi: Angel Trokun

Pernah gak, kebayang: apa jadinya suatu bangsa tanpa petani? 

Akhir Maret berubah jadi saat penuh rindu. Rindu yang sama datang setiap tahun. Petani-petani desa di pedalaman Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Flores NTT dengan penuh rindu menantikan saat panen padi. 

Ada 3 alasan mengapa petani desa itu rindu menyambut musim panen padi:

1. Petani bisa melihat hasil usaha mereka sebagai suatu keindahan yang menjanjikan di depan mata

Sebagian anak desa, saya pernah merasakan hal ini. Tentu dari pengalaman saya sendiri dulu. Saya selalu bertanya pada ibu saya, kapan saat mengetam tiba. Sepulang sekolah saya berlari-lari menuju ke kebun, tempat kedua orangtua bekerja. 

Rindu saya waktu itu campur aduk. Rindu berjumpa dengan keluarga khususnya bapa, mama dan saudara-saudara saya. Tapi juga rindu bicara tentang datangnya musim panen. 

Menantikan musim panen itu merupakan saat menumpuk rindu. Ya, sebagai petani desa ada rupa-rupa kerinduan: rindu makan bubur dari beras merah yang aromanya asli wangi, rindu bermain di atas gurami padi bagi anak-anak mereka, rindu meniup terompet dari batang padi. 

Oh, kenapa ya, sekarang juga jadinya rindu menikmati bubur nasi merah khas buatan ibu. Saya jadi rindu juga sih berdiri di ketinggian sambil meniup terompet padi. Ya, nostalgia masa lalu yang selalu ada di hati dan ingin sekali merasakan, ya kembali masa-masa indah itu. 

2. Rindu memperoleh kelimpahan hasil

Saat menantikan musim panen, entah kenapa ibu saya sering bercerita tentang ritual kecil saat panen pertama dan maksud dibuatnya ritual. Ritual itu sangat sederhana yakni cuma semacam doa awal sebelum panen dengan ujud semoga panenan berlimpah hari ini. 

Ritual doa permohonan itu hanya dilakukan oleh ibu, gak tahu kenapa. Mungkin karena cerita Dewi Padi. Ah mungkin juga sih, ibu saya pernah juga cerita tentang itu. Saya sih percaya saja bahwa ibu punya cara dan keyakinan sendiri pada Tuhan. Ibu saya melakukan itu dengan setia setiap pagi sebelum mengawali proses mengetam padi. 

Bagi petani tradisional, mengetam padi itu merupakan saat yang tidak bisa dipisahkan dari pengakuan akan adanya wujud Tertinggi. Wujud Tertinggi itu bagi mereka adalah pemberi kebaikan bagi segala usaha mereka. Karena itu, tidak heran sebenarnya upacara sebelum dan sesudah panen setiap hari dilakukan dengan teratur. Nah, itulah namanya keyakinan bagi mereka, harus dilakukan dengan kesetiaan yang berakar pada hati. 

3. Rindu bernyanyi bersama

Kebiasaan yang hampir hilang adalah bernyanyi saat mengetam padi. Kebiasaan itu bahkan punya nama sendiri yang disebut sebagai JENDA. Jenda adalah suatu nyanyian bersama sekelompok orang pada saat mengetam padi. Nyanyian itu tanpa teks dan juga tanpa tangga nada. Syair nyanyian itu semua dalam bahasa daerah (bahasa Ende). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline