"Jam terbang tinggi" sudah menjadi ungkapan sehari-hari yang hemat saya semakin populer di kalangan masyarakat dalam kaitannya dengan berbagai bidang karya seseorang.
Konotasi hubungan langsung makna dari ungkapan "jam terbang tinggi" tentu beragam. Apalagi ungkapan itu masih belum menjadi milik ungkapan resmi dalam bahasa Indonesia.
Maaf kalau memang pendapat pribadi saya ini salah. Meskipun demikian, bagi saya konotasi makna yang terkandung di dalamnya itu selalu penting. Tentu, akan jauh lebih penting lagi ketika konotasi makna ungkapan "jam terbang tinggi" dipahami dalam arti yang lebih umum dan populer di kalangan rakyat Indonesia seluruhnya.
Pertanyaannya adalah apakah makna dari ungkapan ini sebenarnya dan apakah ada hubungan ungkapan "jam terbang tinggi" itu dengan overthinking?
Nah, pada kesempatan ini, saya ingin membahas tema "jam terbang tinggi" dalam hubungannya dengan tema overthinking. Ada 3 makna menurut saya terkait ungkapan "jam terbang tinggi."
1. Jam terbang tinggi berarti orang super sibuk
Ungkapan "Jam terbang tinggi" pada kenyataannya diucapkan tanpa arah dan penjelasan yang sama, sekurang-kurangnya saya belum pernah membaca seseorang mengulas tentang ungkapan "jam terbang tinggi." Meskipun demikian, beberapa waktu lalu ketika saya menelpon seseorang orang di Indonesia lalu tidak pernah bisa terhubung, akhirnya saya bertanya kepada orang lain tentang orang itu. Lho dijawab dengan santai, "oh maaf, jam terbangnya tinggi itu."
Jam terbang tinggi itu dimengerti sama dengan seseorang yang sangat sibuk. Seseorang yang sangat sibuk itu bisa dikategorikan lagi, sibuk pergi ke mana-mana, juga bisa disebut orangnya punya jam terbang tinggi. Kesibukan yang berskala super seperti itu, kadang disematkan juga dengan gejala yang lagi trend sekarang ini, ya overthinking.
Seseorang bisa saja menjadi sangat sibuk dengan urusannya, tetapi orang perlu ingat bahwa seluruh kesibukannya sudah pasti melibatkan aktivitas berpikir. Nah, apakah dalam aktivitas super sibuk tidak membuat orang overthinking?
Pertanyaan ini, saya pernah diskusi dengan teman saya di tempat tugas saya. Jawaban mengejut tentu bagi saya, tapi sudahlah namanya budaya dan kebiasaan orang lain pasti mempengaruhi cara menjawab suatu pertanyaan. Ini jawabannya, hhmm, Jein oder je nachdem atau antara ja dan tidak, bergantung pada.
Kalau dipikir lagi, benar juga sih, seseorang yang super sibuk tidak selalu bahwa seseorang itu overthinking, demikian juga sebaliknya, seseorang yang overthinking tidak selalu bahwa jam terbangnya tinggi dalam arti pertama tadi kan? Artinya, menurut saya overthinking itu lebih terarah kepada gejala negatif psikis manusia pada satu sisi, dan seseorang tidak bisa menolong dirinya sendiri pada sisi lainnya.