Lihat ke Halaman Asli

Inosensius I. Sigaze

TERVERIFIKASI

Membaca dunia dan berbagi

Undangan untuk Mengenang Sang Profesor Pareira

Diperbarui: 1 Maret 2021   08:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pribadi

Pagi-pagi buta saya menerima pesan undangan untuk mengenang kepergian Profesor Pareira: "Matheos da Lopes is inviting you to a scheduled Zoom meeting. Topic: Ibadah Doa Sumana Minggu ke-3 Tiu Romo Du Megung (Profesor Pareira,0.Carm)". Pesan itu sederhana, namun menyebut nama seseorang yang pernah saya kenal, saat itu membuatku kembali mengenang sendiri di kamar sebelum secara bersama-sama. 

2017 adalah tahun kenangan bersama Profesor Pareira. Pada waktu itu pertama kali dalam suatu komunikasi email kami berdiskusi. Catatan awal yang mempesona mata dan menggetarkan hatiku adalah ketika membaca kalimat pertama sang Profesor tua. Tulisnya: "Menulis berarti berpikir kembali dan membuat orang menjadi lebih matang dalam berpikir. Harus ada coret coret dan coret coretan itu bisa didiskusikan dengan orang lain." (Email pada 29 Juli 2017).

Sejak waktu itu jiwaku seperti terbakar oleh kata-kata itu, bukan karena ingin dipuji sang Profesor, tetapi lebih karena kesadaran ingin menjadi matang dalam berpikir. Kata-kata itu bagaikan suara yang terus bergema setiap hari dalam seluruh ritme hidupku di Eropa. Saya mulai menulis tentang apa saja.

Suatu waktu sampai lah saya pada gagasan seperti ini: untuk menjadi penulis orang harus tidak boleh berhenti menulis. Hal ini sama dengan ketika orang mengatakan, "kamu seorang pemabuk, ya justru karena terus-menerus mabuk." Ini hanya sebuah analog yang muncul dalam pikiranku sendiri. 

Undangan untuk mengenang perginya sang Profesor bagi saya adalah undangan untuk mengenang kembali serpihan hidup dan kata-katanya yang pernah saya dengar dan pernah saya baca.

Dalam suatu kesempatan diskusi Professor Pareira menulis ini kepada saya: "Orang yang biasa menulis tahu betapa sulitnya mengutarakan semua dengan jelas" | Prof. Dr. Berthold Pareira, O.Carm (1939-2021) Kutipan ini diambil dari www.suarakeheningan.org.

Saya yakin tidak ada seorangpun yang bisa membantah tutur itu. Perjuangan seorang penulis adalah bagaimana bisa mengutarakan semua dengan jelas. Bagaimana bisa menggunakan diksi yang tepat bersama dengan kata-kata yang lainnya. 

Berkali-kali saya menulis dan membaca terlihat bahwa sebagian besar adalah kosa kata bahasa Indonesia yang sama yang resmi menurut KBBI. Akan tetapi, mengapa ada tulisan yang menarik untuk dibaca dan ada yang tidak menarik? Profesor Pareira memberikan jawabannya.

Jika orang bisa mengutarakan dengan baik dalam kesadaran yang penuh, maka tulisan itu pasti akan menarik untuk dibaca. Tentu sebaliknya, kegagalan dalam merumuskan kalimat dengan pilihan kata yang bervariasi akan meninggalkan kesan yang membosankan. 

Tentu cerita  dan permenungan ini memotivasi saya dan teman-teman semua untuk tidak berhenti menulis, tetapi terus menulis dalam kesadaran bahwa melalui proses menulis, semua penulis belajar berpikir menggunakan kata, belajar mengutarakan pikirannya, belajar mengatur gandengan kata, bahkan sampai belajar merasakan kekuatan kata-kata. 

Kata-kata itu biasa dan terpisah secara bebas, namun penulis dalam kebebasannya mempertimbangkan bagaimana memilih kata-kata. Ada kata yang bisa mempertajam makna, ada kata yang bisa melemahkan makna, ada kata yang bisa membuat orang tertawa, ada kata yang membuat orang menangis, ada yang bisa menggugat dan menghujat, ada kata yang teduh dan menyenangkan, ada pula kata yang sunyi, dan orang baru mengerti kemudian. Itulah misteri kata yang terus direnungkan manusia hingga menjadikan manusia, dunia dan segala yang ada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline