Lihat ke Halaman Asli

Inong Islamiyati

Gadis pemimpi dan penyuka anime

Surat Ayah

Diperbarui: 14 Mei 2023   06:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Aku tidak tahu bagaimana rupa ayahku. Rasanya dicintai oleh seorang ayah, dilindungi dan dibanggakan oleh sosok yang bisa kita percayai pundaknya. Aku merindukan sosok ayah, meski hanya bisa sebentar saja bersamanya.


Ayana. Itu adalah nama yang diberikan ayah untukku. Menurut cerita ibu, ayah sendiri yang ingin sekali menyematkan nama itu pada putri pertamanya, yakni aku. Dulu ketika aku akan lahir, ayah rela berhutang  untuk bisa menebus biaya rumah sakit agar aku dan ibu bisa pulang ke rumah. Ayahku pintar sekali. Kata ibu, ayah dijuluki sebagai ahli mesin di kampung kami. Ayah bisa memperbaiki kulkas, motor, kompor, mesin cuci juga kipas  rusak. Ayah pun membuka bengkel yang selalu laris didatangi. Namun ketika aku menginjak usia tiga tahun, ayah mulai sakit. Sakitnya parah hingga dada ayah terasa sesak.


Ibu bilang ayah sudah berjuang keras untuk melawan penyakitnya namun tidak kunjung sembuh. Ibu juga merasa sedih karena ayah ternyata sudah lama menyimpan rahasia ini dari ibu. Ayah sudah lama sakit. Tetapi ayah selalu saja berbohong dan bilang kalau dia baik-baik saja. Hingga akhirnya tiba saatnya ayah pergi meninggalkan kami untuk selamanya. Saat itu aku mulai berusia lima tahun.


Tumbuh menjadi gadis kecil tanpa ayah, membuatku iri pada teman-temanku. Meski aku masih memiliki seorang ibu, tetapi tidak ada yang bisa menggantikan sosok seorang ayah. 

Sebenarnya kenanganku dengan ayah juga tidak banyak. Karena ayah meninggalkan aku saat usiaku masih sangat muda. Salah satu yang masih aku ingat, ketika ayah membelikan aku boneka beruang lucu di pasar malam karena aku merengek terus ingin memiliki boneka itu. Atau sesederhana ketika aku dijemput ayah saat hujan lalu aku naik motor dengan menggunakan jas hujan bersama ayah. Meski jelas aku tetap basah tetapi aku senang karena ada ayah di sampingku.

Setelah kepergian ayah, aku menjadi kasihan dengan ibu. Ibuku yang cantik harus rela bekerja demi menopang kehidupan kami. Aku saat itu masih belum bisa membantu ibu karena masih terlalu kecil. Masih harus sekolah dan belajar, itu tugasku. Ibu bekerja sebagai kasir di sebuah mini market di dekat rumah. Pergi pagi dan pulang ketika malam tiba. Terkadang jika ibu harus bekerja malam, ibu menitipkan aku ke tetangga sebelah rumah agar aku tidak tidur sendirian.


Sebenarnya aku sangat tidak suka jika harus tidur di rumah tetangga. Jujur tetanggaku itu baik, sering memberikan makanan kepada kami, tetapi mulutnya tidak bisa dijaga. Beberapa kali aku mendengar tetanggaku sering bertanya mengapa ibuku tidak menikah lagi saja agar aku dan ibu ada yang mengurus. Supaya ibu tidak kelelahan dan aku juga bisa mendapatkan kasih sayang seorang ayah lagi. Tetapi ibu tidak pernah kulihat marah pada mereka. Ibu hanya tersenyum dan bilang kalau dia baik-baik saja. Mirip seperti ayah. Ibu selalu berkata baik-baik saja dan bersembunyi dalam senyumannya agar tetap terlihat kuat. Agar aku tidak khawatir.


Ibu juga selalu bercerita mengenai kebaikan-kebaikan ayah. Salah satu pesan ibu yang melekat di benakku adalah untuk tidak terlalu memikirkan omongan orang lain. Orang lain tidak tahu apa yang kita rasakan sesungguhnya. Mereka hanya bisa menerka saja. Karena itu, aku juga tidak menghiraukan omongan tetanggaku itu tentang ayah. Meski ayah tidak ada lagi di sampingku, aku selalu tahu bahwa dia menyayangiku. Bagiku, itu sudah cukup.


Hingga tiba ketika aku mulai kuliah dan menjadi mahasiswa. Ayah melihatku kan? Putri kecil ayah kini sudah besar. Aku berjanji ayah. Aku akan belajar dengan giat agar ayah dan ibu bangga. Aku akan menjadi orang yang baik dan berguna. Ketika berkuliah, aku memiliki banyak kesulitan ayah. Kuliah memang berbeda dengan sekolah. Tetapi, aku kuat. Aku berusaha dan belajar banyak. Juga bergaul dengan orang baik agar aku bisa mempelajari banyak hal. Kata ibu, ilmu ada dimana saja. Pelajari ilmu yang baik dan bermanfaat agar kamu bisa menjadi orang berguna. Ibu sering sekali bilang begitu setiap aku berangkat sekolah bahkan hingga aku kuliah. Terkadang aku juga bosan mendengarnya, walau kata-kata ibu memang benar.


Ayah hari ini tepat setelah aku selesai wisuda, seorang lelaki datang ke rumah kita. Dia kakak kelasku. Dia bilang kalau dia tertarik sejak dulu padaku ayah. Dia lelaki yang menurutku baik. Sering aku tak sengaja melihat dia, salat di musala. Atau ikut menggalang dana ketika ada bencana. Senyumannya juga manis dan dia juga pintar. Dia... Ingin menjadikan aku sebagai istrinya. Ibu sepertinya juga setuju. Tetapi aku malah bingung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline