Innayah Wulandari
Mahasiswa Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta
Seiring perkembangan zaman, teknologi telah mempengaruhi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk cara masyarakat berinteraksi yaitu melalui media digital. Pada era digital ini pun membawa perubahan signifikan pula dalam pelestarian dan penyebaran budaya tradisional di masyarakat. Salah satu fenomena menarik yang terjadi adalah lagu-lagu Jawa menjadi "viral" di kalangan anak muda. Fenomena ini menunjukkan bahwa tradisi lisan yang merupakan warisan turun temurun tersebut menemukan medium baru untuk bertahan dan berkembang melalui media digital. Sehingga tradisi lisan Jawa pun masih memiliki daya tarik kuat dan diterima oleh generasi muda di tengah maraknya budaya Barat yang masuk.
Tradisi lisan didefinisikan sebagai kesaksian lisan yang dituturkan secara verbal dari satu generasi ke generasi berikutnya (Reini, 2007). Kesaksian lisan yang dimaksud disini adalah terkait tradisi-tradisi yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian, tradisi lisan pun memiliki batasan-batasan tertentu yang dapat dianalogikan pula dengan folklor, terutama folklor lisan (verbal folklor) dan folklor sebagian lisan (partly verbal folklore). Folklor dijelaskan sebagai kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun di antara kolektif jenis apapun, secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device) (Danandjaja, 1997). Sejalan dengan Texas Historical Commission, yang mengatakan bahwa tradisi lisan mencakup stories, songs, sayings, memorized speeches, and traditional accounts of past events.
Lebih lanjut, lagu-lagu Jawa termasuk dalam tradisi lisan karena kebudayaannya diwariskan dari generasi ke generasi melalui penyampaian verbal atau lisan, bukan tertulis. Tradisi lisan dapat diajarkan dan disebarkan melalui interaksi langsung di masyarakat. Sehingga tradisi lisan biasanya hanya berkembang dan dikenal di masyarakat lokal, serta penyebarannya pun terbatas. Namun, era digital pun membuka peluang baru bagi pelestarian tradisi lisan.
Dalam hal ini, media digital menjadikan lagu-lagu Jawa dapat direkam, diunggah, dan disebarluaskan dengan mudah. Sehingga, lagu-lagu Jawa sebagai tradisi lisan tidak hanya dijadikan sebagai bentuk hiburan, melainkan juga sebagai cara melestarikan budaya tradisional. Lagu-lagu Jawa yang dulunya mungkin hanya dikenal di kalangan masyarakat tertentu, kini mulai menarik perhatian anak muda yang seringkali sudah lupa dengan kebudayaan Indonesia akibat globalisasi dan modernisasi. Penyebaran lagu-lagu Jawa tersebut memainkan peran penting media sosial, streaming musik, dan aplikasi berbagi video seperti Youtube, Tiktok, Twitter, Instagram, dan Facebook.
Melalui platform-platform tersebut, memungkinkan lagu-lagu Jawa dengan cepat mencapai audiens yang lebih luas, termasuk bagi masyarakat yang sebelumnya tidak familiar dengan budaya Jawa terutama kalangan anak muda. Hal ini sejalan dengan penjelasan bahwa kebebasan pengguna internet dalam berproduksi memunculkan banyaknya tayangan sejenis yang membentuk karakteristik folklor (tradisi lisan) dalam kalangan tersebut (Blank, 2018). Dari kanal berbagai platform di internet, terlihat karakteristik folklor (tradisi lisan) yang berfokus pada interaksi antar masyarakat terhadap suatu kebudayaan, dimana pada konteks ini saling memberi tanggapan maupun komentar terhadap sebuah lagu yang berkembang di masyarakat.
Fenomena ini dapat ditinjau dengan konsep sosiologi kebudayaan, bahwa masyarakat Indonesia memiliki budaya Jawa yang diwarisi turun temurun. Budaya Jawa yang dimaksud dalam konteks ini adalah lagu-lagu Jawa sebagai tradisi lisan. Salah satu konsep sosiologi kebudayaan yaitu cultural transmission atau transmisi budaya, memiliki definisi sebagai penerusan nilai-nilai kebudayaan dari satu generasi kepada generasi berikutnya (reproduksi). Pada umumnya, proses transmisi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi, dan sosialisasi. Sehingga dalam hal ini, tradisi lisan yaitu lagu-lagu Jawa merupakan salah satu bentuk transmisi budaya yang penting. Transmisi budaya ini terlihat pada cara-cara mereka meneruskan lagu-lagu Jawa kepada generasi anak muda. Proses transmisi tersebut melibatkan pelaku budaya yang memiliki pengetahuan maupun keterampilan, yakni penyanyi membuat aransemen lagu yang dapat diterima semua kalangan.
Lebih lanjut, fenomena viralnya lagu-lagu Jawa berkaitan erat dengan konsep habitus yang dikemukakan Pierre Bourdieu. Menurut Bourdieu, habitus merupakan suatu sistem melalui kombinasi struktur objektif dan sejarah personal, disposisi yang berlangsung lama dan berubah-ubah dengan memiliki fungsi sebagai basis generatif bagi praktik-praktik terstruktur dan terpadu secara objektif (Lubis, 2014). Habitus adalah hasil dari sejarah yang terbentuk setelah individu lahir dan melakukan interaksi dengan masyarakat dalam konteks waktu dan tempat tertentu. Habitus bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir atau alamiah, melainkan hasil dari pembelajaran melalui pengasuhan dan interaksi sosial dalam masyarakat.
Dengan demikian, habitus ini mempengaruhi cara individu berperilaku dan berinteraksi dengan dunia di sekitarnya, termasuk bagaimana mereka merespon dan mengapresiasi budaya. Habitus berkaitan erat dengan field lantaran praktik-praktik atau tindakan agen merupakan habitus yang dibentuk oleh field, sehingga habitus dipahami sebagai aksi budaya. Dalam konteks lagu-lagu Jawa yang viral di kalangan anak muda, habitus generasi muda yang terbentuk oleh berbagai platform digital memainkan peran penting dalam bentuk penerimaan dan penyebaraan lagu-lagu tersebut. Penerimaan kalangan anak muda terhadap salah satu budaya Jawa tersebut dilakukan dengan berbagai cara dan melalui berbagai media. Pada era digital, media sosial seperti Youtube dan Tiktok dianggap sebagai media yang paling efektif dalam penyebaran budaya karena kemudahan dalam akses dan kecepatan mencapai audiens.
Fenomena viralnya lagu-lagu Jawa di kalangan anak muda ini pun dilihat sebagai bentuk kebangkitan tradisi lisan di era digital. Contohnya, lagu-lagu seperti "Sayang" yang dinyanyikan oleh Via Vallen, kemudian "Rungkad" milik Happy Asmara, "Nemen" milik NDX A.K.A, dan sebagainya. Terkadang, lagu-lagu Jawa yang viral bukan karena penyanyi aslinya seperti pada lagu "Ojo Dibandingke" milik Wandra Restusiyan yang tiba-tiba meledak di platform TikTok karena dinyanyikan oleh anak bernama Farel Prayoga. Ia pun sampai diberi kesempatan untuk tampil di Istana Negara untuk ulang tahun Indonesia ke-77. Hal ini termasuk dalam bentuk apresiasi terhadapnya karena telah membawa budaya Jawa sejak dini.