Lihat ke Halaman Asli

Innaka Dwi Citra

Penulis Muda Inspiratif Indonesia

Dilema Sektor Ekonomi Swasta di Masa Pandemi Covid-19, atara Omset Ekonomi dan Ancaman Kesehatan Pegawai

Diperbarui: 28 Juni 2021   06:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Disusun Oleh: Innaka Dwi Citra Mayshara_1405619008_Mahasiswa Pendidikan Sosiologi
 Fakultas Ilmu Sosial_Universitas Negeri Jakarta

     Dunia masih dihantui oleh bayang bayang pandemi Covid-19. Situasi yang diharapkan berkurang, justru semakin bertambah pesat. Saat ini Kasus Covid-19 harian kembali tembus rekor setelah sebelumnya 20.000 sehari di Kamis (24/6), kini data terbaru dari Satgas Covid-19 berdasarkan rekapitulasi Kementerian Kesehatan, Sabtu (26/6/2021), mencatat kasus harian bertambah 21.095 orang.

     Dengan demikian total kasus Covid-19 di Indonesia sejak pertama kali terdeteksi Maret 2020 hingga saat ini mencapai 2.093.962 orang. Sementara Data Kementerian Kesehatan pada Sabtu, 27 Juni 2020 pukul 12.00 WIB, mencatat, data positif bertambah 21.095, kasus sembuh juga bertambah 7.396 menjadi 1.842.457 orang. Adapun kasus meninggal dunia hari ini bertambah 358 orang menjadi total 56.729 orang.  

          Tentu Masyarakat dan Pemerintah kebingungan mengatasi lonjalan kasus Covid 19 yang bukanya menurun justru malah semakin meningkat. Padahal, berbagai upaya telah berusaha dilakukan pemerintah mulai dari kebijakan Sosial Distancing  atau pembatasan sosial. Kebijakan ini mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga jarak dengan orang lain.

         Lalu Kebijakan kedua, mulai dari bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Lalu, pemerintah juga meminta seluruh masyarakat untuk menggunakan masker saat berada di luar rumah. Selain itu, Kebijakan terbaru yang pengaruhnya paling besar adalah pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dalam kebijakan ini, gerak warga sangat dibatasi dalam suatu wilayah. 

          Sebagian besar kegiatan yang melibatkan publik dibatasi, seperti perkantoran atau instansi diliburkan, pembatasan kegiatan keagamaan dan pembatasan transportasi umum. Tentu dari setiap kebijakan akan lahir sebuah dampak besar yang dirasakan, tidak terkecuali oleh sektor Ekonomi Swasta.  Dengan segala pembatasan tersebut membuat dunia usaha melesu. Pasalnya, segala gerak dibatasi sehingga para pengusaha tidak bisa berjualan lagi. Contoh paling nyata dan langsung terlihat saat ini adalah semakin sedikitnya masyarakat yang pergi ke pusat perbelanjaan.

           Bahkan ada beberapa beberapa pusat perbelanjaan yang kemudian memilih untuk menutup operasi dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ke karyawan. Salah satu contohnya adalah Ramayana di City Plaza Depok. Sebanyak 87 karyawan Ramayana terpaksa kena PHK karena perusahaan memutuskan tidak lagi beroperasi sejak 6 April 2020 lalu, hal ini dikarenakan perusahaan tak mampu lagi menanggung semua biaya operasional. Selain pusat perbelanjaan, sektor perhotelan dan transportasi juga langsung terpuruk. Penutupan juga terjadi untuk sektor restoran.  Sedangkan di sektor transportasi, industri penerbangan juga langsung terdampak. Beberapa maskapai penerbangan nasional sudah merumahkan pilot dan karyawannya karena pendapatan mereka menurun drastis.

         Turunnya kegiatan usaha terjadi pada sejumlah sektor ekonomi seperti sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal tersebut terutama disebabkan oleh adanya penurunan permintaan dan gangguan pasokan akibat wabah Corona. Sejalan dengan penurunan kinerja kegiatan usaha, Pasalnya, daya tahan ekonomi para pekerja di sektor swasta relatif rapuh, terutama yang bergantung pada penghasilan harian, mobilitas orang, dan aktivitas orang-orang yang bekerja di sektor ekonomi swasta. 

         Kita bisa melihat, ternyata masih banyak pekerja yang beraktifitas baik dari daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi yang berangkat ke Jakarta yang notabene masuk kategori zona merah ataupun yang tempat kerjanya di daerah demi memenuhi tanggung jawab terhadap perusahaan. Perusahaan yang terdampak COVID-19 tidak punya pilihan selain menginstruksikan sebagian karyawan tetap masuk kerja. Kondisi ini menggambarkan betapa beresikonya para pekerja yang masih beraktifitas di luar rumah dan hal ini menjadi salah satu faktor penghambat upaya memutus rantai penyebaran COVID-19. Resiko yang dihadapi para pekerja tentu tidak hanya pada diri mereka sendiri, namun juga keluarga, tetangga bahkan warga di sekitarnya ketika mereka kembali dari kantor atau lapangan.

          Berbagai himbauan supaya masyarakat tidak keluar rumah atau social distancing terus disosialisasikan oleh pemerintah pusat maupun daerah, namun himbauan ini tidak ada yang secara resmi dapat membebaskan para pekerja dari tanggung jawabnya tetap bekerja di kantor atau lapangan sesuai kebijakan perusahaan, walaupun tidak sedikit perusahaan yang dengan serius menjalankan himbauan tersebut dengan membatasi operasional dan memberlakukan metode kerja dari rumah atau WHF (Working From Home) bagi para karyawannya. 

           Disrupsi oleh pandemic COVID-19 menjadi tantangan yang sangat berat buat dunia industri maupun perusahaan, terutama mereka yang sangat bergantung pada operasional sehari-hari ataupun perusahaan penyedia utilitas dan kebutuhan dasar masyarakat seperti air, energi dan media komunikasi, dimana mereka harus memenuhi tanggung jawab terhadap orang banyak disamping juga harus memenuhi tanggung jawab kepada para pekerja dan  stakeholder. Di tengah wabah yang semakin menyebar luas, dengan upaya-upaya terbaik yang telah dilakukan oleh semua pihak, menjaga kelangsungan perusahaan versus menjaga kesehatan dan keselamatan pekerja yang notabene sebagai asset utama perusahaan pada akhirnya berpotensi menjadi trade-off.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline