Kabar duka datang sehari setelah aku bertambah usia. Seorang teman lama kondisinya memburuk setelah dirawat beberapa hari karena Covid-19. Lama tak berkabar dan tak jumpa, sekalinya memberi kabar adalah kabar duka. "Badannya sudah tidak kuat, namun semangatnya masih tinggi untuk kembali pulih. Dia masih bertahan, masih berjuang" kata seorang teman mengomentari kondisi teman lamaku ini.
Aku mengenalnya saat kami kuliah di Surabaya. Tekadnya keras seperti baja. Orangnya sangat ambisius mengejar cita citanya. Semangatnya selalu 100% atau on fire bahasa gaulnya bila sudah membahas rencana rencana hidupnya. Kalau bicara, selalu blak blakan apa adanya, tipikal orang jawa timur yang kutahu. Saat kuliah, kami sering berdiskusi mengenai apa pun, mulai dari kuliah, masa depan, sampai ke kriteria pasangan hidup.
Setelah lulus, kami menjalani kehidupan masing masing. Dia sudah berkeluarga, aku pun demikian. Kesibukan membuat kami tidak pernah saling menanyakan kabar. Terakhir kabar yang kudengar di grup WA angkatan dia melanjutkan studi doktor di luar negeri. Sebagai teman, aku ikut gembira karena dia berhasil mewujudkan mimpinya.
Namun, apa mau dikata jalan kehidupan sudah ada yang mengatur. Sang Pemilik Skenario mengatakan dia kembali ke Indonesia bukan untuk penelitian doktornya seperti keinginannya, namun harus melawan badai sitokin di tubuhnya.
Sampai detik ini ketika aku menulis tentangnya, dia masih berjuang untuk hidup. Sudah banyak kabar kondisimu semakin memburuk kawan namun aku masih berharap agar ada keajaiban. Tapi bila kamu memang sudah lelah, beristirahatlah dengan tenang kawan. Doaku untukmu, selalu
Satu hari yang lalu aku bersyukur bertambah usia, hari ini aku diingatkan bahwa "setiap nafas seseorang adalah sebuah langkah menuju ajalnya" (Sayyidina Ali bin Abi Thalib)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H