Lihat ke Halaman Asli

Rinnelya Agustien

Pengelola TBM Pena dan Buku

Fathiyah Namanya

Diperbarui: 6 September 2020   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku teringat saat terakhir bertemu dengannya saat beliau masih sehat....

"In..nanti idul adha mama masak Selada (masakan Banjarmasin) cobain ya" kata mama kepadaku agak teriak . Beliau berdiri di depan pintu ruang tamu. Kalimat itu masih ku ingat jelas, saat aku mengantarkan minuman jelli mangga pesanan Ica, keponakanku. Aku menyahut dari balik pagar "oke ma, pasti Inne cobain ma. Pulang dulu ya ma".

Aku tidak pernah berlama lama singgah di rumah mama jika habis dari Pena dan Buku, karena mama termasuk golongan yang rentan di masa pandemi ini. Bahkan salim cium tangan pun tidak kulakukan, benar benar menjaga jarak dari mama. Pesanan Ica ku letakkan di meja ruang tamu, aku langsung bergegas pulang. Kami sangat menjaga mama, karena umurnya hampir 70 tahun dan memiliki comorbid hipertensi.

Tiap lebaran entah itu idul fitri ataupun idul adha, mama pasti menyiapkan masakan spesial yakni, soto banjar dan lontong opor. Namun entah kenapa tahun ini mama ingin berbeda, mama berencana memasak selada banjar. Aku teringat saat ke kami ke Banjar mencoba selada Banjar.  "Wah enak ini ma" kataku.  Rasanya seperti semur bercampur saus steak.

Namun, ternyata janji itu tidak bisa ditepati olehnya...

Aku akan merindukan sapaan "Assalamualaikum" nya yang selalu beliau ucapkan dengan tersenyum. Tak peduli siapapun lawan bicara beliau, baik itu anak kecil atau orang dewasa, baik itu ke orang yang usianya sepantaran beliau atau orang yang usianya di bawah beliau, orang yang baru beliau kenal atau orang yang sudah lama tidak bertemu, bahkan kepada orang yang pernah bersikap tidak baik kepadanya, dan orang yang berhutang lama kepadanya, ucapan "Assalamualaikum" nya tidak pernah berubah.

Mama selalu mengucapkannya dengan mulut terbuka dan tersenyum. Kesan baik dan bersahabat bagi siapapun yang pertama kali bertemu mama. Dan memang begitulah sifat beliau.  Teman kerja ku yang bertemu mama, mengatakan "kamu beruntung memiliki mama mertua yang baik dan sayang dengan mu". Ah pastinya itu hal yang selalu ku syukuri selama ini.

Beliau adalah orang yang paling tulus yang aku kenal. Menolong orang tanpa pamrih, bahkan kepada orang yang bersikap tidak jujur kepadanya.  Aku terkadang tidak mengerti kenapa mama masih mempertahankan orang yang tidak jujur untuk bekerja kepadanya.

Namun sekarang barulah aku mengerti. Orang bekerja tidak hanya untuk hidupnya, tapi juga untuk anggota keluarganya. Maka nilai kemanusiaan haruslah diutamakan daripada sekedar rasa tidak suka dan sakit hati. Aku dan suamiku berkata mama itu beda maqom dengan kita, maqomnya mama lebih tinggi dari kita yang masih perhitungan dengan orang.

Kepada setiap orang yang sepantaran dengan anak anaknya, mama memanggilnya "nak", kepada setiap orang yang usianya di bawah beliau, beliau memanggilnya "ding (adik)" dan kepada anak anak yang sepantaran dengan cucunya beliau memanggilnya "cu". Kelihatannya sederhana tapi ternyata yang sederhana ini dampaknya luar biasa.

Dengan sapaan seperti ini, membuat siapapun lawan bicara mama saat itu menganggap mama adalah ibu nya, mama adalah kakaknya, atau mama adalah neneknya. Kalau sudah berbicara dengan beliau, maunya curhat saja. Beliau bisa menjadikan dirinya ibu kepada mereka yang membutuhkan sentuhan kasih sayang ibu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline