Seorang individu tidak luput dalam masa pencarian identitas dirinya yang sangat krusial pada saat remaja. Identitas diri merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri individu dengan orang lain. Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya mengenai identitas diri yang berkaitan antara dirinya dengan lingkungannya. Pertanyaan tersebut yang menuntun individu akan kesadaran yang luas mengenai dirinya.
Menurut Fuhrmann (1990) salah satu faktor yang memengaruhi proses identifikasi diri adalah model yang akan diidentifikasi. Hal ini juga berkaitan dengan maraknya kemunculan Korean Wave di Indonesia yang membuat remaja Indonesia memandang seseorang, kuliner, teknologi, K-Drama, K-Pop, dan K-Style yang diartikan sebagai dirinya.
Hal tersebut memungkinkan bagi sosok selebriti sebagai significant others (orang yang cukup memiliki pengaruh bagi kehidupan atau kesejahteraan individu) untuk memengaruhi remaja. Perilaku modelling yang dilakukan remaja seperti melakukan proses identifikasi yang ada pada idolanya dengan dirinya sampai memunculkan pemahaman akan kecocokan dirinya yang membentuk ego ideal. Rizky Elsa Fitri (2018) menemukan bahwa Korean Wave dalam lingkup K-Drama berpengaruh terhadap identitas diri subyek yang diteliti.
Rizky Elsa Fitri (2018) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa K-Drama dijadikan rujukan, sebagai berikut:
- Informan mengasosiasikan dirinya dengan tokoh dalam drama tersebut untuk memudahkan mereka dalam menyesuaikan diri dengan gambaran diri idealnya.
- Informan memandang dirinya sama dengan karakter yang digemarinya di K-Drama atau memandang bahwa dirinya memiliki kesamaan karakter dengan tokoh pada K-Drama tersebut.
- Informan menyukai idolanya yang merupakan pemain dalam K-Drama tersebut.
- Informan mencoba menerapkan aspek yang disukai dari idolanya kedalam kesehariannya, seperti meniru penampilannya.
- Informan mencoba bersikap seperti karakter idolanya meskipun merasa tidak cocok sehingga sulit untuk diterapkan.
Selain itu, Lee (2015) juga mengatakan bahwa produk Korean Wave yang paling berpengaruh adalah K-Drama. Mengapa K-Drama? Semakin maraknya penayangan K-Drama pada pertelevisian Indonesia dan oleh kemajuan teknologi yang dapat memudahkan akses kita mencari tahu mengenai K-Drama, hal tersebut yang dapat melekat pada diri remaja. Drama memiliki pengaruh kuat pada persepsi individu yang merupakan representasi simbolis dari berbagai faktor pada arketipe psikologis. Hal ini berkaitan dengan celebrity worship yang merupakan suatu perilaku fiksasi pada individu untuk terlalu berpartisipasi dalam aktivitas selebriti yang disenangi dan terus berlanjut dalam kehidupan sehari-harinya.
Salah satu faktor yang dapat memengaruhi celebrity worship ialah usia, dimana akan semakin memuncak pada masa remaja yaitu antara usia 11 tahun hingga 17 tahun dan perlahan menurun pada masa dewasa (Raviv, Bar-tal & Ben-horin, 1995). Hal tersebut dikarenakan usia perkembangan remaja masih belum dapat menajamkan identitasnya.
Apakah celebrity worship ini berbahaya bagi remaja? Mengambil kutipan dari situs Newport Academy (2021), celebrity worship dapat membawa dampak negatif bagi mental serta dapat menimbulkan gejala-gejala psikologis pada diri remaja. Individu yang terkena celebrity worship dapat merasakan gangguan kecemasan dan depresi. Selain itu, biasanya individu akan menjadi kesulitan untuk kembali melakukan pergaulan dengan orang banyak dikarenakan terlalu cenderung mengutamakan dirinya sendiri sehingga mengganggu aktivitas sosialnya.
Menurut Maltby, Houran, dan McCutcheon (2004), celebrity worship terbagi menjadi 3 jenis, diantaranya entertaiment-social, intense personal, dan borderline-pathological tendency. Entertaiment-Social adalah taraf individu yang melakukan celebrity worship untuk menghibur diri dan hal ini termasuk dalam perilaku yang tergolong normal seperti aktif dalam mencari infromasi dalam proses mengenal selebriti kegemarannya.
Kemudian, Intense-Personal, tipe ini memanifestasikan ketertarikannya dengan melihat selebriti idolanya sebagai seseorang yang ia anggap dekat dan diharapkan dapat mengembangkan hubungan parasosial. Lalu, Borderline-Phatological Tendency, tipe ini termasuk kedalam kategori parah seperti kesediaan individu untuk senantiasa melakukan hal apapun, meskipun dapat melanggar hukum dan melukai dirinya. Dalam hal ini, perilaku yang ditunjukkan oleh informan pada penelitian Rizky Elsa Fitri (2018) masih tergolong jenis entertaiment-social yaitu individu hanya berusaha menghibur diri dan hal ini termasuk dalam perilaku yang tergolong normal.
Dapat disimpulkan bahwa remaja mengandalkan sumber-sumber eksternal sebagai proses dalam membentuk penilaian diri dan identitas dirinya. Salah satu perilaku yang dimunculkan oleh remaja yaitu perilaku modelling yang dilakukan dengan melakukan proses identifikasi yang ada pada idolanya dengan dirinya melalui drama karena memiliki pengaruh kuat pada persepsi individu yang merupakan representasi simbolis dalam mengasosiasikan perilaku yang menurutnya sesuai dengan citra idealnya. Selain itu, menurut Rizky Elsa Fitri (2018), gambaran identitas diri remaja paling besar terjadi berdasarkan banyaknya informan mengasosiasikan dirinya dengan tokoh maupun adegan dalam K-Drama tersebut.
— Penulis; (1) Candrina Inka Seruni dan (2) Nurindah Maharani