[caption id="attachment_363402" align="alignnone" width="1920" caption="alam di kaki gunung salak, Bogor."][/caption]
Bogor merupakan salah satu tempat yang indah dan kaya akan kekayaan alam, sehingga kerap kali Bogor menjadi salah satu tujuan wisata pilihan saat liburan ataupun waktu luang dalam mengisi kepenatan. Selain itu, Bogor merupakan peringkat ke-lima daerah yang rawan akan bencana. (BNPB;2011).Sebenarnya ini adalah dua tema yang berbeda dan mungkin saya tidak akan men-korelasikan tema keduanya, melainkan menulis dua tema dalam satu tulisan dari apa yang saya temukan di lapangan melalui hasil obrolan dan observasi. Nah, dari kalimat inilah muncul pemikiran dalam otak saya untuk penulisan artikel ini yang saya rasa cukup menarik buat diangkat sebagai tema kali ini.
Kampung Muara I, Desa Cibunian, merupakan salah satu kampung yang berada di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Ada banyak hal membuat saya meluapkan beribu ekspresi selama saya ada di desa tersebut. Bagaimana tidak? Kampung Muara I ini sebenarnya menjadi muara dimana mata bisa dimanjakan dengan keindahan alam sekitar pegunungan, nuansa hijau dan suara gemericik air sungai yang jernih dan sejuk menjadi tambah eksotiknya kampung ini. Namun ada kendala yang muncul sebelum sampai ke Kampung Muara I tersebut. Berhubung Kampung Muara I ini terletak di ujung Desa, maka harus dilewati terlebih dahulu Muara-Muara sebelum menuju Muara I, yaitu Kampung Muara II dan Kampung Muara III.
Dari sinilah awal perjalanan dimulai, dimana harus dilewati terlebih dahulu jalanan becek, jalanan terjal, jalanan curam, dan jalanan yang membuat mengeluh dan lelah setiap orang yang melewati, bahkan mungkin merasa malas dan berfikir ulang untuk melewati lagi. Ironisnya adalah di sepanjang jalan menuju Kampung Muara I ini terkesan tertinggal dalam segi pembangunan infrastruktur, karena berbeda dengan kampung lain yang ada di Desa Cibunian tersebut. Bayangkan saja bagaimana masyarakat bisa sejahtera kalau masih ada yang menjadi hambatan dalam aktivitas mereka?. Terkait masalah kesejahteraan, saya pernah berdialog dengan salah satu warga yang mengatakan bahwa banyak anak-anak SD yang rela menempuh jarak beberapa Kilometer dengan jalan kaki untuk pergi ke sekolah. Mereka harus menelusuri jalan yang panjang dengan kondisi jalan yang demikian itu kan suatu ironi kehidupan di masa kini. Saya juga menemukan adanya beberapa Mahasiswa dari salah satu Universitas di Bogor yang mendirikan sekolah alam dan mengajar serta memotivasi anak-anak kecil di kampung tersebut. Sungguh betapa mulia apa yang dilakukan oleh Mahasiswa yang berani terjun dan bersosialisasi dengan warga kampung Muara. Semoga kedepan akan ada perbaikan, baik infrastruktur dan hal lainnya yang dapat bermanfaat demi kemajuan dan kesejahteraan mwarga Kampung Muara itu sendiri. Nah, mungkin itu sedikit mengenai gambaran dari suatu kampung di ujung Desa yang hampir terlupakan jika dilihat dari kesenjangan kondisi infrastruktur jalan yang ada di kampung tersebut.
Pada 9 september 2012, Desa Cibunian sempat dihebohkan dengan sebuah guncangan berskala 4,5 skala richter yang berlangsung selama 3 detik dan sempat merusak sebagian rumah/bangunan warga Desa Cibunian, dan terutama Kampung Muara I yang menjadi pusat terjadinya gempa tersebut. Pada saat itu mungkin banyak air mata yang bermuara saat peristiwa itu terjadi. Kegundahan, kesedihan dan kebingungan pasti warga rasakan., dan mungkin sebagian dari mereka masih menyimpan duka terpendam 2 tahun yang lalu. Desa ini memang tergolong rawan bencan,a dimana Desa Cibunian ini terletak dibawah kaki gunung salak yang masih merupakan dataran tinggi. Potensi bencana yang mungkin dapat terjadi antara lain yaitu gempa, banjir, angin puting beliung, longsor, dan letusan gunung merapi. Setelah 2 tahun berlalu kini saya dapat menemui mereka dan sedikit bercerita mengenai kejadian gempa tersebut. Seorang nenek tua berumur lebih dari 60 tahun kembali mengingat dimana saat itu ia sedang tertidur dan tebangun karena merasakan guncangan 4,5 skala richter mengguncang desanya.
Dari berbagai resiko bencana tersebut, yang mungkin dapat terjadi kapanpun tanpa diketahui oleh warga Kampung Muara I, saya mencoba mengusik mereka dengan berbagai pertanyaan yang mengarah kepada seberapa lama mereka akan bertahan di daerah yang rawan bencana itu?. Ternyata warga Desa Cibunian merespon baik pertanyaan yang saya sampaikan sembari tertawa mengingat keadaan mereka yang memang sudah hidup dan diam di kampung tersebut sejak lama, dan mungkin itu hal yang sulit bagi mereka untuk memutuskan pindah dari lokasi rawan bencana tersebut. Kemudian, saya kembali mengajukan pertanyaan yang lebih mendalam kepada beberapa warga, terkait dengan alasan mereka mengapa masih ingin tetap bertahan di Kampung tersebut?. Saya pun mendapatkan jawaban dari beberapa warga yang ber-dialog dengan saya saat saya melalukan observasi bersama empat teman saya (Lala,Harry,Popy,Pendi). Mereka beralasan bahwa mereka sudah hidup lama di kampung tersebut,sudah mendarah daging meskipun ada beberapa orang yang bukan asli warga Kampung Cibunian. Selain itu, mereka mengatakan bahwa lingkungan baru itu akan susah di bangun dengan segala keterbatasan mereka, dan terakhir mengenai alasan mereka masih tetap bertahan adalah faktor kekerabatan. Ya, mayoritas warga yang tinggal di Kampung Muara I masih mempunyai hubungan saudara/kerabat. Jadi masih adanya hubungan saudara atau kerabat itulah menjadi pelengkap dari alasan warga Kampung Muara I, Desa Cibunian untuk tetap bertahan di lokasi rawan bencana tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H