Kesepian mungkin terdengar familiar pada kalangan mahasiswa. Walaupun di Tengah banyaknya penugasan dan kesibukan yang ada, tidak bisa dipungkiri bahwa seringkali rasa kesepian itu tetap muncul. Kesepian yang terjadi pada kalangan mahasiswa bukan hanya sebatas soal rasa sedih dan hampa. Terkadang dampaknya pula bisa lebih serius, seperti terjadi depresi, kecemasan yang tidak berujung selesai, hingga di beberapa mahasiswa dampaknya bahkan seperti penurunan nilai atau prestasi pada akademik.
Di era digital ini Dating Apps atau Aplikasi kencan Online hadir menjadi suatu fenomena yang cukup popular di perbicangkan, tak terkecuali pada kalangan mahasiswa. Hadirnya platform ini menawarkan beberapa fitur yang menarik, seperti kemudahan untuk bertemu dan menjalin relasi secara luas. Dimana hal tersebut secara tidak langsung menjadi jawaban atas munculnya tren kesepian yang ada pada kalangan mahasiwa. Namun, dibalik kemudahan yang ditawarkan dan populernya, muncul berbagai dampak negatif yang dapat merugikan para penggunanya.
Salah satu dampak negatif yang sangat mengkhawatirkan bagi berbagai pihak adalah maraknya terjadi penipuan hingga adanya tindakan kejahatan seksual. Para pengguna, terutama perempuan yang biasanya rentan sekali menjadi sasaran objek para oknum pengguna Dating Apps yang menyalahgunakan aplikasi tersebut.
Tinder adalah salah satu dari berbagai macam Dating Apps yang sangat popular di kalangan mahasiswa. Namun, peningkatan pengguna pada aplikasi kencan online ini juga secara tidak langsung dapat meningkatkan adanya potensi kejahatan dunia maya. Tinder dianggap memudahkan untuk mencari teman baru ataupun pasangan. Hal ini tentunya mendapat respon positif dari masyarakat, namun di satu sisi Tinder juga memiliki dampak negatif. Aplikasi Tinder sering digunakan untuk melakukan tindak kejahatan seperti penipuan, perampokan, penculikan, pelecehan seksual, pemerkosaan, hingga pembunuhan berencana. (Nugraha et al., 2024)
Selain itu, adanya budaya patriarki dan stigma terhadap perempuan juga turut andil dalam memperkeruh situasi. Perempuan yang menjadi korban dari tindakan pelecehan seksual yang terjadi pada Dating Apps sering kali disalahkan bahkan hingga diintimidasi. Sehingga terkadang para korban cenderung enggan untuk melapor dan mencari keadilan. Kurangnya wadah pun juga menjadi salah satu alasan mereka untuk memilih tetap diam.
Selain Tinder, hadirnya Bumble juga termasuk ke dalam salah satu jenis Dating Apps yang cukup popular. Berdasarkan pengalaman penulis, nyatanya Tinder dan Bumble menawarkan fitur dan memberikan pengalaman yang cukup berbeda. Jika pada Tinder semua pengguna dapat memulai percakapan atau obrolan baik itu pengguna laki-laki atau pengguna Perempuan, maka berbeda pada Bumble. Pada Bumble pengguna perempuan lah yang harus memulai atau membuka percakapan terlebih dahulu. Bahkan biasanya jika dalam waktu 24 jam setelah terjadinya Match tidak segera memulai percakapan, maka Match tersebut akan kadaluwarsa. Banyak sekali dari pengguna Dating Apps yang mengaku bahwa alasan ia menggunakan aplikasi tersebut hanyalah sebatas untuk mengurangi rasa kesepian yang sering muncul terutama pada malam hari.
Cat-fishing adalah sebuah istilah untuk menggambarkan seseorang yang menggunakan informasi palsu untuk membuat identitas baru di media sosial atau platform online dengan tujuan melakukan penipuan lainnya (Pramudiraja, Artika, Prabawati, 2023). Memanipulasi info diri ini lebih berfokus pada menggunakan nama yang bukan nama sebenarnya serta bisa juga untuk mencuri identitas seseorang dan berpura-pura menjadi orang tersebut Tidak hanya terjadi di Dating Apps Tinder seperti film dokumenter serial Netflix, tetapi Cat-fishing ini pun marak terjadi berbagai platform media sosial lainnya, termasuk pada Bumble. (Gunawanl & Mony, 2023)
Beberapa pengguna Dating Apps seringkali berharap bahwa dengan menggunakan Dating Apps, kesepian yang ada pada dirinya bisa hilang dengan menemukan teman baru atau pasangan baru. Nyatanya mungkin sebagian pengguna memang berhasil untuk hal tersebut, dan sebagian pengguna ternyata gagal. Ketika pengguna Dating Apps berhasil menemukan teman atau partner baru yang sesuai dengan kriterianya, ia akan cenderung akan sering berinteraksi walaupun hanya melalui bertukar pesan. Biasanya dari keseringan itu rasa kesepian akan memudar dengan sendirinya, dan akan digantikan dengan munculnya rasa ketergantungan yang berlebihan.
Ketergantungan yang berujung pada kecanduan itu tidaklah benar. Seringkali dari ketergantungan dan kecanduan tersebut disalahgunakan oleh beberapa oknum yang tidak bertanggungjawab. Sayangnya tidak semua pengguna Dating Apps memahami akan hal ini. Bukan lagi faktor umur yang menjadi penyebab utama, namun pemilihan teman atau partner Match-lah yang sekarang menjadi penyebab utama.
Dari sekitar seribu orang Indonesia yang disurvei Populix, 63% di antaranya mengaku menggunakan aplikasi kencan online pada awal 2024. Pada kelompok pengguna aplikasi kencan tersebut atau Dating Apps, mayoritasnya menggunakan Tinder dengan proporsi sebesar 38%. (Muhamad, 2024)