Lihat ke Halaman Asli

Pelangi Terindah

motret pake pena

Preman Berjasa Besar Bagi Pemerintah

Diperbarui: 25 Juni 2015   09:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kata Preman selalu punya konotasi negatif. Tak peduli pelaku premanismenya seorang perempuan cantik cerdas macam Angelina Sondakh atau lelaki imut berwajah kalem macam Anas Urbaningrum. Tapi memang selalu ada kekecualiaan jika pelakunya secantik malaikat partai demokrat, Angie. Dibanding preman pasar yang sangar, dekil dan bau.

Perbuatan manusia dalam hidupnya hanya dinilai baik dan buruk. Baik adalah warisan malaikat, buruk turunan setan titik. Baik serupa dengan positif, buruk sepadan dengan negatif. Dalam hukum fisika sebuah lampupijar hanya bisa menyala saat bertemunya elektron positif dan negatif.

Baik dan buruk, positif dan negatif dua unsur penting dalam diri manusia. Nyaris tak ada manusia sempurna. Bahkan secara ekstrim manusia memerlukan unsur negatif dalam dirinya agar tetap menjadi manusia sempurna. Karena kesempurnaan manusia terketak pada ketidaksempurnaannya. Maka agar manusia bisa mencapai taraf harmoni dalam kehidupannya, unsur negatif sejatinya juga amat diperlukan oleh manusia. Konon orang yang bijak tak lagi memandang negatif sebagai hal-hal yang negatif. Hidup seperti menggambar. Tak seru jika melukis melulu gunakan satu warna. Agar hidup lebih hidup diperlukan campuran negatif dan positif. Seberapa besar takaran masing-masing, patokannya pada keselarasan, keseimbangan. Bayangkan jika isi dunia selalu dalam keadaan tenteram damai. Niscaya kita tak pernah mengenal kata/nilai-nilai yang pantas, patut, layak atau baik. Kita tidak tahu sesuatu yang baik, nilai yang dianggap baik, justru karena ada yang tidak baik.

Pemerintah Berhutang Budi Pada Preman

Dalam konteks preman, jelas preman sesuatu yang negatif. Berpikir lebih dalam lagi sesungguhnya preman atau orang-orang jahat adalah pahlawan bagi orang baik. Tak ada preman/orang jahat. Dipastikan kita tidak ada orang baik. Berterimakasihlah kita (jika kita orang baik) pada preman karena mereka adalah pahlawan bagi orang baik.

Pemerintah juga harus “berterimakasih” pada para preman, karena munculnya preman selalu berawal dari kesulitan ekonomi. Dari keketidaktersediaannya lapangan kerja yang layak.Maka orang-orang yang putus harapan itu mencari nafkah dengan caranya sendiri. Cara yang tak lazim itu kita menyebutnya Preman.

Mengikuti alur logika ngawur ini maka Pemerintah berhutang budi pada preman. Pertama, Pemerintah tanpa susah payah menyediakan lapangan kerja, para preman bisa mencari penghidupannya sendiri. Kedua, gaya hidup preman malah memberi inspirasiatau diadaptasi dengan sempurna oleh para penyelenggara negara. Polisi, jaksa, hakim, sipil maupun militer. Merata hamipr disemua instansi pemerintah.

Mereka---para preman birokrasi ini---lebih jahat lantaran menggarong uang milik rakyat. Sementara preman tradisional cuma nyabet milik pribadi. Preman tradisional dan preman modern (birokrasi) sama-samanegatif. Tetapi sejatinya lebih jahat dan bejat preman birokrasi. Jika kemudian pertanyaannya “Apakah hukum di Indonesia dan aparat penegaknya memang sudah tak punya wibawa?. Jelas sebuah pertanyaan bodoh-bodoh lucu, seperti sebuah pertanyaan yang datang dari orang yang baru hidup di Indonesia.

Untuk memberantas preman tradisonal jelas mudah. Bahkan amat mudah. Cukup kemauan dari aparat penegak hukum. Tapi ya… itu tadi lantaran penegak hukumnya telah menjadi preman pula, maka berlaku aturan adagium : sesama preman dilarang saling mendahului. Sementara untuk menyapu bersih aksi preman birokrasi yang sudah demikian terorganisir suatu hil yang mustahal. Basi!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline