Ketidakseimbangan dalam perdagangan internasional dan perubahan iklim adalah isu yang menjadi perhatian utama di tingkat global karena dampaknya yang merugikan manusia dan lingkungan. Menurut Laporan Perdagangan dan Pembangunan 2019 yang dirilis oleh Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD), ketidakseimbangan perdagangan internasional adalah masalah yang harus diatasi agar semua negara dapat memanfaatkan perdagangan untuk kepentingan mereka, seperti untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa negara-negara yang lebih lemah secara ekonomi cenderung mengalami defisit neraca perdagangan, sementara negara-negara yang lebih kuat cenderung mengalami surplus. Kondisi ini dapat menyebabkan ketimpangan ekonomi antarnegara semakin memburuk. Menurut laporan tersebut, masalah ketidakseimbangan perdagangan internasional terus berlanjut, meskipun telah terjadi penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
Perubahan iklim menjadi isu yang semakin mendesak untuk ditangani, karena dampaknya sudah terasa di berbagai belahan dunia. Suhu global diperkirakan meningkat 1,5 derajat Celsius pada tahun 2040, dan 2 derajat Celsius pada tahun 2065. Hal ini dapat menyebabkan cuaca yang ekstrem, naiknya permukaan air laut, dan hilangnya keanekaragaman hayati yang sangat berpengaruh pada kehidupan manusia (IPCC 2021).
Masalah ketidakseimbangan perdagangan internasional memerlukan upaya bersama dari semua negara untuk memperbaikinya. Upaya tersebut mencakup pengurangan hambatan perdagangan, pembentukan sistem perdagangan multilateral yang adil, serta pembangunan infrastruktur dan kapasitas manusia di negara-negara berkembang. Dalam hal ini, negara-negara yang lebih kuat ekonominya perlu memberikan dukungan finansial dan teknis kepada negara-negara yang lebih lemah (The World Bank 2019).
Sementara itu, dalam menghadapi perubahan iklim, Laporan IPCC menyarankan bahwa semua negara harus berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan beralih ke sumber energi yang bersih. Upaya ini dapat mencakup investasi dalam energi terbarukan, transportasi publik yang lebih ramah lingkungan, serta pengurangan deforestasi dan penghijauan lahan. Namun, dalam hal ini, perlu diakui bahwa negara-negara yang lebih miskin cenderung memiliki keterbatasan dalam memenuhi tuntutan ini.
Perdagangan internasional telah menjadi bagian penting dalam perekonomian global. Namun, terdapat ketidakseimbangan dalam distribusi manfaat dari perdagangan internasional. Menurut World Bank, negara-negara berkembang hanya mendapatkan sekitar 33% dari total ekspor dunia, meskipun mereka menyumbang sekitar 45% dari tenaga kerja global. Hal ini menunjukkan bahwa ada ketidakadilan dalam distribusi manfaat dari perdagangan internasional. Negara-negara berkembang yang menghasilkan sebagian besar bahan mentah dan sumber daya alam seringkali tidak mendapatkan manfaat yang setimpal dari perdagangan mereka.
Selain itu, kekayaan perdagangan dunia terkonsentrasi pada negara-negara tertentu. Menurut data Bank Dunia tahun 2019, sekitar 60% perdagangan global diwakili oleh lima negara, yaitu China, Amerika Serikat, Jerman, Jepang, dan Belanda. Sementara itu, negara-negara berkembang yang menghasilkan sebagian besar bahan mentah dan sumber daya alam seringkali tidak mendapatkan manfaat yang setimpal dari perdagangan mereka. Ketidakseimbangan ini menyebabkan ketimpangan ekonomi antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang semakin membesar.
Perdagangan internasional juga memberikan imbas negatif pada perubahan iklim. Menurut sebuah laporan yang diterbitkan oleh Pusat Perubahan Iklim dan Kebijakan Energi pada tahun 2019, perdagangan internasional berkontribusi pada emisi karbon secara tidak langsung melalui transportasi dan penggunaan energi. Hal ini menyebabkan perubahan iklim semakin buruk. Selain itu, negara-negara maju yang menjadi konsumen produk-produk dari negara berkembang hanya memproduksi sekitar 20% sampai 30% emisi gas rumah kaca, sementara negara-negara berkembang menghasilkan sekitar 60% sampai 70% emisi gas rumah kaca. Hal ini menunjukkan bahwa kekayaan dan konsumsi negara-negara maju berkontribusi pada dampak negatif perubahan iklim pada negara-negara berkembang yang kurang mampu mengatasi perubahan iklim.
Pandemi COVID-19 juga memperburuk ketidakseimbangan perdagangan internasional. Data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa negara-negara anggota WTO menghadapi sekitar 58 tindakan pembatasan perdagangan baru pada kuartal kedua 2020, dibandingkan dengan hanya 20 tindakan pada periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pandemi COVID-19 memperparah ketidakseimbangan perdagangan dan meningkatkan proteksionisme di seluruh dunia.
Dampak dari ketidakseimbangan perdagangan internasional dan perubahan iklim dapat berdampak negatif pada berbagai aspek kehidupan manusia. Salah satu dampak negatif dari ketidakseimbangan perdagangan internasional adalah ketidakadilan ekonomi, di mana negara-negara berkembang yang memproduksi sebagian besar bahan mentah dan sumber daya alam seringkali tidak mendapatkan manfaat yang setimpal dari perdagangan mereka. Hal ini dapat menyebabkan kemiskinan, kesenjangan ekonomi, dan ketidakstabilan politik di negara-negara berkembang.
Dampak negatif lain dari ketidakseimbangan perdagangan internasional adalah ketidakseimbangan perdagangan antara negara-negara maju dan berkembang, yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi global. Kekayaan perdagangan dunia terkonsentrasi pada negara-negara tertentu, sementara negara-negara berkembang masih bergantung pada sektor komoditas yang lebih rentan terhadap fluktuasi harga dan permintaan global. Hal ini dapat menyebabkan negara-negara berkembang mengalami krisis keuangan dan kekurangan sumber daya untuk membangun infrastruktur dan mengembangkan sektor ekonomi yang lebih beragam.