Lihat ke Halaman Asli

Y. B. Inocenty Loe

Instruktur Pembelajaran Kreatif, Penulis, Kandidat Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Warisan Behaviorisme Bagi Pendidikan Kontemporer

Diperbarui: 26 Februari 2024   13:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

freepik.com

Oleh: Y. B. Inocenty Loe

Di era yang super cerdas dan pengetahuan tanpa batas ini, siapapun dapat mengakses informasi kapan dan dimana saja. Kemajuan teknologi, AI, Big data dan sebagainya, memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dibentuk tidak hanya dari ruang kelas. Meskipun demikian, muncul kecenderungan untuk bersantai-santai atau bermalas-malas. Banyak pembelajar yang enggan semakin masif dan sistematis untuk belajar dan berselancar dalam mencari pengetahuan.

Berhadapan dengan situasi keenganan untuk belajar, teori behaviorisme dapat menjadi pendekatan dalam menyesuaikan kemajuan teknolodi di satu sisi dan motivasi untuk belajar. Secara umum, teori ini menegaskan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang sebagai akibat interaksi antara stimulus dan respon.  

Edward Lee Throndike, adalah seorang tokoh psikologi dan ahli teori belajar. Menurutnya, belajar adalah proses pembiasaan. Menariknya, kualitas sebuah perilaku tidak ditentukan oleh apa yang ia lakukan tetapi oleh kebiasaan perilakunya. Perubahan dalam pendidikan ditentukan oleh proses pembiasaan yang berulang-ulang. Perilaku, pengetahuan dan keterampilan dapat menjadi kompentensi ketika diakukan berulang-ulang. Misalnya, materi yang sulit dapat diulang terus menerus tentu akan dengan mudah dipahami.

John Broadus Watson, seorang ahli psikologi Amerika serikat. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Dalam eksperimenya, seorang anak berusia 11 tahun dimasukkan ke dalam sebuah ruangan isolasi dan diperdengarkan suara gemuruh dari hasil pukulan baja. Anak tersebut menangis karena ketakutan. Selanjutnya setiap kali suara gemuruh dibunyikan, muncul seekor tikus. 

Anak tersebut takut pada tikus meskipun suara gemuruh ditiadakan. Eksperimen ini menunjukkan bahwa lingkungan sangat mempengaruhi. Perilaku sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Suksesi pembentukan pengetahuan dan keterampilan dalam dunia pendidikan sangat dipengaruhi bagaimana pengaturan lingkungan belajar. Ketika lingkungan diatur sedemikian rupa untuk kepentingan belajar, tentu saja ini akan mendorong proses seseorang untuk belajar.

Ivan Petrovich Pavlov. Dalam eksperimennya ia membuktikan bahwa belajar dapat mempengaruhi perilaku yang selama ini tidak dapat dikendalikan. Dalam eksperimennya pada seekor anjing. Setiap kali menunjukkan makanan, anjing tersebut akan mengeluarkan air liur. Lain lagi, setiap kali memberikan makanan akan diperdengarkan bunyi lonceng. 

Anjing tersebut akhirnya terbiasa bahwa bunyi lonceng berarti akan makan. Ini membuktikan bahwa pemberian stimulus sangat efektif membentuk perilaku tertentu. Dalam pembelajaran, pemberian reward efektif dapat membangkitkan semangat seseorang untuk terus belajar.

Meskipun behaviorisme ini dianggap sebagai ilmu yang cukup tradisional dalam pendidikan, namun gagasanya masih aktual untuk dipraktekkan dalam dunia pendidikan kontemporer. Setidaknya memberikan pendekatan dalam mendorong pembelajar untuk terus belajar dan meningkatkan kompentensi diri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline